Awal: Basic sekolah nasionalis yang menjadikannya mempunyai keberagaman khususnya dalam hal keyakinan sehingga perlu adanya kombinasi keberagaman tersebut dalam suatu kegiatan tanpa memprioritaskan satupun.
Tantangan: Kegiatan pondok Ramadhan identik dengan kegiatan murid muslim, sehingga kegiatan ini seolah menonjolkan murid Islam saja. Hal ini tidak sesuai dengan basic sekolah nasionalis yang mempunyai murid dengan keyakinan beragam.
Aksi: Saya memulainya dengan membagi siswa sesuai kelas keahlian. Siswa diberikan kebebasan untuk memilih kelas keahlian sesuai dengan minat dan keyakinannya. Jika siswa sudah memilih kelas keahlian yang diminatinya, maka kelas keahlian tersebut mempunyai tanggung jawab untuk menampilkan suatu tampilan (sesuai kelas keahlian) yang akan disuguhkan dalam acara puncak religoust Fest. Dalam hal ini, guru mempunyai tugas dan tanggung jawab untuk membimbing siswa baik dalam menentukan tampilan maupun membimbing selama kegiatan religioust fest berlangsung. Kegiatan pembimbingan dari awal sampai akhir dilakukan selama kurang lebih 2 minggu. Dalam acara puncak puncaknya, tiap kelas keahlian menampilkan tampilan yang berbeda sehingga jenis tampilannya pun beragam. Setiap murid diminta untuk menyaksikan setiap tampilan untuk menumbuhkan rasa saling menghargai. Tanpa memandang keyakinannya, di akhir acara seluruh murid melakukan makan bersama (buka bersama bagi yang muslim) dan berkumpul dalam satu ruangan tanpa adanya perbedaan.
Pelajaran: Siswa jadi tahu seberapa besar keberagaman yang ada di sekolahnya. Keakraban dalam berteman tidak dibatasi oleh keberagaman khususnya “keyakinan”. Siswa bisa lebih merangkul teman meskipun berbeda kepercayaan. Saling menghargai bisa tumbuh dengan cepat melalui keberagaman kepercayaan sehingga perundungan lebih bisa diminimalkan.