Siswa yang tertinggal dalam pembelajaran akan merasa lebih nyaman bertanya pada temannya. Untuk itu, saya memfasilitasi siswa untuk dapat saling bertanya dan saling berbagi pengetahuannya dengan tanggung jawab yang sudah disepakati.
Siswa yang tertinggal dalam pembelajaran akan merasa lebih nyaman bertanya pada temannya. Untuk itu, saya memfasilitasi siswa untuk dapat saling bertanya dan saling berbagi pengetahuannya dengan tanggung jawab yang sudah disepakati.
Informatika adalah mata pelajaran yang baru dikenalkan di jenjang SMP. Siswa mulai dikenalkan dengan aplikasi perkantoran seperti Word dan Excel, menulis e-mail, melakukan pencarian dengan search engine dan menyusun balok-balok perintah untuk membuat program sederhana.
Salah satu strategi pemantik yang saya lakukan adalah mengenalkan siswa secara langsung pada komputer (laptop dan chromebook). Setiap kali pembelajaran menggunakan media komputer, saya meyakini bahwa metode yang paling sesuai untuk mengajar adalah dengan demonstrasi. Melalui metode demonstrasi, harapan saya siswa akan antusias karena dapat mempraktikan langsung dan akan makin terampil menggunakan komputer, sehingga pembelajaran juga jadi lebih bermakna.
Namun berdasarkan pengalaman pribadi, metode demonstrasi sering kali terasa kurang ampuh. Metode ini mengharuskan siswa untuk fokus mengikuti instruksi yang diberikan. Sehingga yang sering kali terjadi adalah siswa yang tertinggal 1 langkah (step) demonstrasi akhirnya kesulitan untuk mengimbangi. Untuk mengantisipasi hal tersebut, saya mengulang kembali penjelasan tentang langkah yang dilewatkan siswa. Namun, hal tersebut tidak dapat saya lakukan terus-menerus, karena akan menghabiskan banyak waktu. Akibatnya hasil pembelajaran pun tidak maksimal dan tujuan pembelajaran di hari tersebut jarang dapat tercapai.
Berkaca dari pengalaman tersebut, saya menyadari bahwa saya terlalu mendominasi pembelajaran dengan menjadi sumber informasi tanpa melibatkan siswa. Padahal berdasarkan observasi di dalam kelas, siswa yang tertinggal pembelajaran akan bertanya pada temannya, yang juga sukarela untuk membantunya. Saya melihat ini sebagai potensi untuk melibatkan siswa dalam berbagi pengetahuannya. Saya pun melakukan perubahan, dengan mengkombinasikan metode demonstrasi dan tutor sebaya.
Saat memasuki pokok materi baru, pada pertemuan pertama saya mengadakan asesmen diagnostik dan melakukan observasi terhadap kemampuan kognitif siswa. Di akhir pertemuan pertama tersebut saya memetakan siswa ke dalam 2 kategori kesiapan belajar, yaitu siswa dengan kemampuan awal sesuai harapan dan siswa dengan kemampuan awal di bawah harapan.
Siswa yang memiliki kemampuan awal sesuai harapan, saya berikan kepercayaan untuk menjadi penyambung lidah guru. Saya meyakini bahwa anak-anak memiliki kemampuan yang unik untuk membahasakan sesuatu pada teman seusianya dengan cara yang lebih sederhana dan mengena.
Siswa Si Penyambung Lidah Guru ini, saya sebut mereka sebagai Tutor. Setiap tutor memiliki kelompok belajar yang anggotanya 2-4 orang siswa dengan kemampuan di bawah harapan. Tutor menjadi ketua kelompok dan bertanggung jawab penuh atas kelompok belajarnya.
Awalnya siswa-siswa tutor menolak. Mereka mengganggap ini sebagai hal yang merepotkan. Bahkan ada siswa tutor yang mengeluh, “Si A kalau diajarin sering tidak mau mendengarkan.”
Tenang saja, saya sudah menyiapkan reward istimewa untuk para tutor : Mereka tidak perlu ujian! (tidak ikut asesmen sumatif).
Lantas, apa yang saya lakukan untuk mengukur pencapain siswa tutor terhadap materi tersebut? Saya memberikan penilaian berdasarkan keberhasilannya mengajarkan teman-temannya. Artinya, nilai asesemen sumatif tutor diberikan berasarkan hasil asesmen teman-teman kelompoknya.
Reward ini menaikkan antusisme para siswa tutor.
Setelah memberikan pembelajaran dengan demonstrasi, pembelajaran di kelas dilanjutkan dengan diskusi kelompok. Saya memberikan soal latihan hanya kepada siswa kelompok belajar. Disinilah peran tutor sebenarnya, tutor akan langsung bergerak memanggil dan mengatur posisi duduk anggota kelompoknya. Ia mendampingi, memberi arahan dan memastikan teman-teman sekelompoknya mampu menyelesaikan persoalan. Siswa tutor juga berhasil memaksa temannya yang tidak tertarik belajar untuk ikut belajar dengannya.
Peran tutor nampak pada hasil asesmen sumatif seluruh siswa. Siswa yang hasil asesmen di bab-bab sebelumnya jauh dari harapan, menunjukkan peningkatan. Walaupun mereka membutuhkan waktu yang lebih lama dalam menyelesaikan asesmen, namun hampir semua siswa memberikan peningkatan.
Di akhir pembelajaran, saya meminta siswa menceritakan pengalamanya. Siswa tutor merasa puas dan bangga telah berhasil menjelaskan pelajaran pada teman-temannya. Sedangkan siswa kelompok belajar merasa diperhatikan dan dibimbing untuk sama-sama ‘bisa’ mengikuti pembelajaran.
Saya pun meminta siswa-siswa kelompok belajar untuk mengucapkan terima kasih pada siapa saja yang membantu mereka belajar pada materi tersebut. Semua siswa mengucapkan terima kasih pada tutor sekelompoknya. Bahkan ada seorang siswa yang mengucapkan terima kasih pada saya. Apa yang dilakukanya membuat hati saya terenyuh. Inilah rasanya memberikan pembelajaran yang bermakna di dalam kelas.
Siswa yang tertinggal dalam pembelajaran akan merasa lebih nyaman bertanya pada temannya. Untuk itu, saya memfasilitasi siswa untuk dapat saling bertanya dan saling berbagi pengetahuannya dengan tanggung jawab yang sudah disepakati.
Informatika adalah mata pelajaran yang baru dikenalkan di jenjang SMP. Siswa mulai dikenalkan dengan aplikasi perkantoran seperti Word dan Excel, menulis e-mail, melakukan pencarian dengan search engine dan menyusun balok-balok perintah untuk membuat program sederhana.
Salah satu strategi pemantik yang saya lakukan adalah mengenalkan siswa secara langsung pada komputer (laptop dan chromebook). Setiap kali pembelajaran menggunakan media komputer, saya meyakini bahwa metode yang paling sesuai untuk mengajar adalah dengan demonstrasi. Melalui metode demonstrasi, harapan saya siswa akan antusias karena dapat mempraktikan langsung dan akan makin terampil menggunakan komputer, sehingga pembelajaran juga jadi lebih bermakna.
Namun berdasarkan pengalaman pribadi, metode demonstrasi sering kali terasa kurang ampuh. Metode ini mengharuskan siswa untuk fokus mengikuti instruksi yang diberikan. Sehingga yang sering kali terjadi adalah siswa yang tertinggal 1 langkah (step) demonstrasi akhirnya kesulitan untuk mengimbangi. Untuk mengantisipasi hal tersebut, saya mengulang kembali penjelasan tentang langkah yang dilewatkan siswa. Namun, hal tersebut tidak dapat saya lakukan terus-menerus, karena akan menghabiskan banyak waktu. Akibatnya hasil pembelajaran pun tidak maksimal dan tujuan pembelajaran di hari tersebut jarang dapat tercapai.
Berkaca dari pengalaman tersebut, saya menyadari bahwa saya terlalu mendominasi pembelajaran dengan menjadi sumber informasi tanpa melibatkan siswa. Padahal berdasarkan observasi di dalam kelas, siswa yang tertinggal pembelajaran akan bertanya pada temannya, yang juga sukarela untuk membantunya. Saya melihat ini sebagai potensi untuk melibatkan siswa dalam berbagi pengetahuannya. Saya pun melakukan perubahan, dengan mengkombinasikan metode demonstrasi dan tutor sebaya.
Saat memasuki pokok materi baru, pada pertemuan pertama saya mengadakan asesmen diagnostik dan melakukan observasi terhadap kemampuan kognitif siswa. Di akhir pertemuan pertama tersebut saya memetakan siswa ke dalam 2 kategori kesiapan belajar, yaitu siswa dengan kemampuan awal sesuai harapan dan siswa dengan kemampuan awal di bawah harapan.
Siswa yang memiliki kemampuan awal sesuai harapan, saya berikan kepercayaan untuk menjadi penyambung lidah guru. Saya meyakini bahwa anak-anak memiliki kemampuan yang unik untuk membahasakan sesuatu pada teman seusianya dengan cara yang lebih sederhana dan mengena.
Siswa Si Penyambung Lidah Guru ini, saya sebut mereka sebagai Tutor. Setiap tutor memiliki kelompok belajar yang anggotanya 2-4 orang siswa dengan kemampuan di bawah harapan. Tutor menjadi ketua kelompok dan bertanggung jawab penuh atas kelompok belajarnya.
Awalnya siswa-siswa tutor menolak. Mereka mengganggap ini sebagai hal yang merepotkan. Bahkan ada siswa tutor yang mengeluh, “Si A kalau diajarin sering tidak mau mendengarkan.”
Tenang saja, saya sudah menyiapkan reward istimewa untuk para tutor : Mereka tidak perlu ujian! (tidak ikut asesmen sumatif).
Lantas, apa yang saya lakukan untuk mengukur pencapain siswa tutor terhadap materi tersebut? Saya memberikan penilaian berdasarkan keberhasilannya mengajarkan teman-temannya. Artinya, nilai asesemen sumatif tutor diberikan berasarkan hasil asesmen teman-teman kelompoknya.
Reward ini menaikkan antusisme para siswa tutor.
Setelah memberikan pembelajaran dengan demonstrasi, pembelajaran di kelas dilanjutkan dengan diskusi kelompok. Saya memberikan soal latihan hanya kepada siswa kelompok belajar. Disinilah peran tutor sebenarnya, tutor akan langsung bergerak memanggil dan mengatur posisi duduk anggota kelompoknya. Ia mendampingi, memberi arahan dan memastikan teman-teman sekelompoknya mampu menyelesaikan persoalan. Siswa tutor juga berhasil memaksa temannya yang tidak tertarik belajar untuk ikut belajar dengannya.
Peran tutor nampak pada hasil asesmen sumatif seluruh siswa. Siswa yang hasil asesmen di bab-bab sebelumnya jauh dari harapan, menunjukkan peningkatan. Walaupun mereka membutuhkan waktu yang lebih lama dalam menyelesaikan asesmen, namun hampir semua siswa memberikan peningkatan.
Di akhir pembelajaran, saya meminta siswa menceritakan pengalamanya. Siswa tutor merasa puas dan bangga telah berhasil menjelaskan pelajaran pada teman-temannya. Sedangkan siswa kelompok belajar merasa diperhatikan dan dibimbing untuk sama-sama ‘bisa’ mengikuti pembelajaran.
Saya pun meminta siswa-siswa kelompok belajar untuk mengucapkan terima kasih pada siapa saja yang membantu mereka belajar pada materi tersebut. Semua siswa mengucapkan terima kasih pada tutor sekelompoknya. Bahkan ada seorang siswa yang mengucapkan terima kasih pada saya. Apa yang dilakukanya membuat hati saya terenyuh. Inilah rasanya memberikan pembelajaran yang bermakna di dalam kelas.
Praktik baik Sebelum Direvisi
Elaborasi Praktik Baik
Informatika adalah mata pelajaran yang baru dikenalkan di jenjang SMP. Siswa mulai dikenalkan dengan aplikasi perkantoran seperti Word dan Excel, menulis e-mail, melakukan pencarian dengan search engine dan menyusun balok-balok perintah untuk membuat program sederhana.
Salah satu strategi pemantik yang saya lakukan adalah mengenalkan siswa secara langsung pada komputer (laptop dan chromebook). Setiap kali pembelajaran menggunakan media komputer, saya meyakini bahwa metode yang paling sesuai untuk mengajar adalah dengan demonstrasi. Melalui metode demonstrasi, harapan saya siswa akan antusias karena dapat mempraktikan langsung dan akan makin terampil menggunakan komputer, sehingga pembelajaran juga jadi lebih bermakna.
Namun berdasarkan pengalaman pribadi, metode demonstrasi sering kali terasa kurang ampuh. Metode ini mengharuskan siswa untuk fokus mengikuti instruksi yang diberikan. Sehingga yang sering kali terjadi adalah siswa yang tertinggal 1 langkah (step) demonstrasi akhirnya kesulitan untuk mengimbangi. Untuk mengantisipasi hal tersebut, saya mengulang kembali penjelasan tentang langkah yang dilewatkan siswa. Namun, hal tersebut tidak dapat saya lakukan terus-menerus, karena akan menghabiskan banyak waktu. Akibatnya hasil pembelajaran pun tidak maksimal dan tujuan pembelajaran di hari tersebut jarang dapat tercapai.
Berkaca dari pengalaman tersebut, saya menyadari bahwa saya terlalu mendominasi pembelajaran dengan menjadi sumber informasi tanpa melibatkan siswa. Padahal berdasarkan observasi di dalam kelas, siswa yang tertinggal pembelajaran akan bertanya pada temannya, yang juga sukarela untuk membantunya. Saya melihat ini sebagai potensi untuk melibatkan siswa dalam berbagi pengetahuannya. Saya pun melakukan perubahan, dengan mengkombinasikan metode demonstrasi dan tutor sebaya.
Saat memasuki pokok materi baru, pada pertemuan pertama saya mengadakan asesmen diagnostik dan melakukan observasi terhadap kemampuan kognitif siswa. Di akhir pertemuan pertama tersebut saya memetakan siswa ke dalam 2 kategori kesiapan belajar, yaitu siswa dengan kemampuan awal sesuai harapan dan siswa dengan kemampuan awal di bawah harapan.
Siswa yang memiliki kemampuan awal sesuai harapan, saya berikan kepercayaan untuk menjadi penyambung lidah guru. Saya meyakini bahwa anak-anak memiliki kemampuan yang unik untuk membahasakan sesuatu pada teman seusianya dengan cara yang lebih sederhana dan mengena.
Siswa Si Penyambung Lidah Guru ini, saya sebut mereka sebagai Tutor. Setiap tutor memiliki kelompok belajar yang anggotanya 2-4 orang siswa dengan kemampuan di bawah harapan. Tutor menjadi ketua kelompok dan bertanggung jawab penuh atas kelompok belajarnya.
Awalnya siswa-siswa tutor menolak. Mereka mengganggap ini sebagai hal yang merepotkan. Bahkan ada siswa tutor yang mengeluh, “Si A kalau diajarin sering tidak mau mendengarkan.”
Tenang saja, saya sudah menyiapkan reward istimewa untuk para tutor : Mereka tidak perlu ujian! (tidak ikut asesmen sumatif).
Lantas, apa yang saya lakukan untuk mengukur pencapain siswa tutor terhadap materi tersebut? Saya memberikan penilaian berdasarkan keberhasilannya mengajarkan teman-temannya. Artinya, nilai asesemen sumatif tutor diberikan berasarkan hasil asesmen teman-teman kelompoknya.
Reward ini menaikkan antusisme para siswa tutor.
Setelah memberikan pembelajaran dengan demonstrasi, pembelajaran di kelas dilanjutkan dengan diskusi kelompok. Saya memberikan soal latihan hanya kepada siswa kelompok belajar. Disinilah peran tutor sebenarnya, tutor akan langsung bergerak memanggil dan mengatur posisi duduk anggota kelompoknya. Ia mendampingi, memberi arahan dan memastikan teman-teman sekelompoknya mampu menyelesaikan persoalan. Siswa tutor juga berhasil memaksa temannya yang tidak tertarik belajar untuk ikut belajar dengannya.
Peran tutor nampak pada hasil asesmen sumatif seluruh siswa. Siswa yang hasil asesmen di bab-bab sebelumnya jauh dari harapan, menunjukkan peningkatan. Walaupun mereka membutuhkan waktu yang lebih lama dalam menyelesaikan asesmen, namun hampir semua siswa memberikan peningkatan.
Di akhir pembelajaran, saya meminta siswa menceritakan pengalamanya. Siswa tutor merasa puas dan bangga telah berhasil menjelaskan pelajaran pada teman-temannya. Sedangkan siswa kelompok belajar merasa diperhatikan dan dibimbing untuk sama-sama ‘bisa’ mengikuti pembelajaran.
Saya pun meminta siswa-siswa kelompok belajar untuk mengucapkan terima kasih pada siapa saja yang membantu mereka belajar pada materi tersebut. Semua siswa mengucapkan terima kasih pada tutor sekelompoknya. Bahkan ada seorang siswa yang mengucapkan terima kasih pada saya. Apa yang dilakukanya membuat hati saya terenyuh. Inilah rasanya memberikan pembelajaran yang bermakna di dalam kelas.
Jika Anda mengalami kendala dalam scrolling, scroll di luar dari area Live Chat yang berwarna hitam.