AWAL
SMA Trensains merupakan sekolah yang memiliki fokus di bidang sains IPA. Sekolah ini berada di lingkup pondok pesantren, seluruh siswa wajib tinggal di boarding yang disediakan. Hal ini bertujuan untuk memfasilitasi anak-anak dengan passion sains agar bisa belajar lebih mendalam. Hal ini juga didukung juga dengan jam mata pelajaran sains yang lebih banyak dibandingkan sekolah lain.
Untuk mengeksplorasi sains agar lebih mendalam, saya harus menggunakan strategi belajar yang efektif. Strategi ini bertujuan agar anak-anak tidak hanya mendalami sains saja. Tetapi juga melatih keterampilan komunikasi dan mengasah kreativitas selama proses belajar berlangsung. Kedua hal ini menjadi salah satu tujuan belajar siswa karena banyak orang beranggapan bahwa anak yang bersekolah di pondok memiliki kemampuan komunikasi dan kreativitas yang minim.
TANTANGAN
Mengajar di lingkungan pesantren bukanlah hal yang mudah. Beberapa kendala saya alami saat ingin mengeksplorasi kemampuan siswa untuk mendalami sains. Satu diantaranya tidak diperkenankannya siswa untuk menggunakan gawai secara bebas. Mereka hanya diperbolehkan membawa laptop (itupun tidak semua siswa membawa) dan peminjamannya hanya dapat dilakukan saat KBM berlangsung dengan izin guru. Itupun di kontrol secara ketat oleh pimpinan agar anak-anak tidak membuka sosial media.
Selain keterbatasan penggunaan gawai, waktu belajar anak-anak di pondok sangat terbatas karena sekolah menerapkan sistem fullday school. Setelah pulang sekolah ketika mereka di boarding banyak aktivitas seperti mengaji, ro’an (kerja bakti), dan kegiatan lainnya sehingga membuat saya harus memaksimalkan waktu belajar siswa di sekolah. Hal ini satu diantara alasan anak-anak sering mengantuk atau tertidur di kelas saat KBM berlangsung. Waktu yang saya gunakan di sekolah tidak hanya untuk menyampaikan materi tetapi juga untuk menyelesaikan berbagai tugas yang saya berikan.
Interaksi siswa dengan masyarakat luar juga tidak seperti siswa lain yang bersekolah diluar pesantren. Hal ini secara langsung maupun tidak sangat mempengaruhi cara berkomunikasi siswa dengan orang lain. Beberapa siswa cenderung tertutup karena terlalu ‘spaneng’ dengan mata pelajaran MIPA yang mereka hadapi akan tetapi ada pula yang memang sangat ekspresif serta mampu memberikan argumentasi, hanya saja belum terlatih menyampaikan dalam bentuk verbal yang baik. Karena hal tersebut, saya harus mencari cara agar anak-anak bisa aktif mengikuti kegiatan pembelajaran, tidak menjadikan saya satu-satunya sumber belajar serta memberikan pengalaman belajar berbeda untuk mengasah keterampilan komunikasi dan mengembangkan kreatifitasnya.
Untuk merealisasikan hal tersebut diatas, saya menerapkan model pembelajaran gallery learning. Namun, saat saya menyampaikan bahwa kita akan belajar dengan menggunakan model gallery learning, tidak semua siswa merasa senang. Sebagian besar siswa langsung menunjukkan penolakan. Hal itu terlihat dari raut wajah mereka yang seperti ketakutan.
Seketika saya bertanya, “kalian siap ya?”
Ada satu siswa yang menjawab,
”waduh Bu, saya gak biasa ngomong di depan”,
Selang beberapa detik, ada lagi siswa mencoba menego ketentuan belajar yang akan kita lakukan.
”Bu, jangan sendiri-sendiri presentasinya, takut Bu…
Siswa lain ikut menyahut :
“Bu, kalo gak pake gambar boleh ta? Soalnya gambaran saya jelek…”
Dan banyak lagi komentar anak-anak yang mencoba mengendurkan niat saya untuk menerapkan model belajar ini di kelas.
Kemudian saya menjelaskan teknis belajarnya secara detail kepada para siswa. Mengenai gambar tidak harus gambaran sendiri, bisa mengambil gambar dari internet kemudian ditempel atau digambar ulang. Sedangkan untuk anak-anak yang tidak siap tampil bicara didepan, saya berikan motivasi bahwa inilah saatnya kalian belajar untuk berbicara dengan orang lain dan tidak ada yang salah, karena semua masih proses belajar. Mereka mengangguk-anggukan kepala tapi saya tahu dalam hati mereka pasti berkecamuk perasaan takut dan cemas.
AKSI
Saya menggunakan model pembelajaran gallery learning dengan dimodifikasi sesuai kondisi siswa dan sekolah untuk diterapkan di kelas. Model pembelajaran ini sudah saya gunakan selama 4 tahun ini dengan berbagai evaluasi karena setiap tahun karakteristik siswa juga berbeda. Gallery learning ini merupakan salah satu model belajar yang tidak hanya berupa presentasi saja tetapi juga mengasah kemandirian serta tanggungjawab siswa untuk menyampaikan materi secara individu. Presentasi setiap siswa harus dilengkapi dengan hasil karyanya sendiri untuk kemudian ditampilkan saat mereka presentasi. Gallery learning ini berupa konsep belajar dengan menggunakan media tertentu dan teman lain berkunjung untuk mendengarkan penjelasan materi dan ikut menilai hasil karya temannya. Jadi model ini juga bisa dikatakan sebagai strategi belajar tutor sebaya dengan dilengkapi penilaian antar teman.
Dalam kegiatan ini, saya meminta para siswa untuk menyiapkan gambar untuk memperjelas materi yang disampaikan. Gambar bisa diambil dari internet atau menggambar sendiri (bisa 2D bisa 3D) tergantung kreativitas masing-masing. Untuk materi, sengaja saya memilih materi yang mengandung banyak sub bab karena pasti akan membosankan kalo hanya saya yang menjadi center belajar anak-anak. Materi yang disampaikan setiap anak berbeda sehingga mereka tidak bisa mengandalkan temannya dalam kegiatan presentasi. Mereka akan berupaya untuk mengembangkan skill komunikasinya masing-masing untuk bisa membuat teman lain paham dengan menggunakan bahasa mereka sendiri.
Para presentator mengerahkan segala kemampuan untuk menunjukkan presentasi terbaik dari dirinya. Audiens akan berkeliling ke presentator yang saat itu terjadwal untuk presentasi dengan membawa secarik kertas untuk mencatat hasil penjelasan. Selain itu, saya juga mendatangkan bintang tamu salah satu guru untuk mengikuti kegiatan presentasi ini dan ikut berkeliling melihat karya serta mendengarkan penjelasan para siswa sekaligus memberikan penilaian.
Di akhir kegiatan, saya memberikan bintang pada seluruh audiens. Para audiens harus memberikan bintang tersebut kepada teman yang presentasinya paling bagus menurut mereka. Para audiens mengambil pelajaran dari pengalaman presentasi temannya agar selanjutnya mereka bisa presentasi lebih baik dan lebih banyak mendapatkan bintang dari audiens.
PERUBAHAN/PELAJARAN
Kesan para siswa terhadap model belajar seperti ini beragam. Kebanyakan siswa sangat gugup karena baru pertama kalinya harus tampil sendiri dan bertanggungjawab memberikan penjelasan kepada temannya. Para siswa berusaha menjelaskan selengkap mungkin dan membuat media gambar yang menarik agar audiens tertarik dengan presentasinya. Beberapa siswa sangat bersemangat dan percaya diri, yakni mereka yang sudah memiliki kemampuan cukup bagus dalam berkomunikasi. Siswa yang senang menggambar akan bangga dengan media yang dihasilkan dan siswa yang memiliki gaya belajar kinestetik tidak lagi mengantuk karena mereka berkeliling kelas melihat hasil karya teman.
Saya terus memberikan semangat pada siswa yang masih belum percaya diri bahwa mereka sebenarnya bisa. Hanya saja belum terbiasa melakukan presentasi sehingga gugup berlebihan dan takut saat tiba jadwal presentasinya. Pelajaran yang didapatkan para siswa adalah mereka harus serius dalam mempelajari materinya untuk meminimalisir kesalahan saat menjelaskan pada orang lain. Selain itu mereka juga harus menyiapkan mental untuk berani bicara sendiri dan bertangungjawab dengan perkataannya baik di tingkat pendidikan selanjutnya ataupun di masyarakat.
Dengan adanya kegiatan belajar gallery learning ini, anak-anak mendapatkan pengalaman belajar yang menyenangkan, mendebarkan, keberanian dan kepercayaan diri yang meningkat dalam mengemukakan pikirannya. Banyak dari mereka yang tidak percaya dan kagum terhadap dirinya sendiri ternyata mampu menjelaskan dengan baik kepada orang lain serta dapat menyiapkan media sesuai dengan yang mereka inginkan.
Kegiatan ini memang seru sekali tetapi membutuhkan waktu lebih banyak untuk persiapan dan pelaksanaan. Untuk selanjutnya, saya akan memodifikasi kembali konsep gallery learning ini dengan memberikan kebebasan kepada para siswa untuk menampilkan berbagai jenis media. Media yang digunakan tidak hanya berupa gambar saja seperti sebelumnya tetapi anak-anak saya berikan kebebasan untuk memilih media selain gambar misalnya PPT, video, mindmap atau yang lain sesuai dengan keinginan dan kemampuan agar mereka dapat mengembangkan kreativitasnya lebih maksimal. Hal ini saya lakukan sebagai salah satu upaya menerapkan konsep pembelajaran diferensiasi yang diusung dalam kurikulum merdeka saat ini.