ATAP
Berawal dari pengalaman saya menghadapi kasus murid di kelas VIA yang sangat kompleksitas. Murid tersebut sering melakukan pembullyian, pemerasan uang, cenderung bermain kasar dan sering menggunakan bahasa yang toxic jika berbicara. Berdasarkan observasi yang saya lakukan terhadap murid tersebut, Tindakan yang dia lakukan sudah berlangsung lama dan tidak ditangani dengan baik dan tepat, Sehingga dia merasa hal yang dia lakukan adalah bentuk dari kepuasan diri untuk dihormati dan dihargai oleh orang lain.Kemudian kebiasaan kita selama ini, bila ada murid yang berlaku salah pada murid lainnya,kita pasti langsung mengarahkan mereka untuk saling memaafkan atau membuat mereka tidak nyaman bahkan memberikan mereka hukuman. Kita cenderung untuk berfokus pada kesalahan daripada mencari solusi untuk murid memperbaiki diri dan untuk bertanggung jawab atas tindakan yang dia dilakukan. Dengan adanya Praktik baik yang saya lakukan ini,diharapkan dapat mewujudkan disiplin positif. Disiplin positif merupakan pendekatan mendidik murid untuk melakukan kontrol diri dan membentuk kepercayaan diri.Guru dapat melakukan disiplin diri kepada murid melalui segitiga restitusi.
Segtiga restitusi merupakan proses untuk menciptakan kondisi bagi murid untuk memperbaiki kesalahan mereka, sehingga mereka bisa Kembali pada kelompok mereka, dengan karakter yang lebih kuat. Segitiga restitusi juga dapat mewujudkan murid yang Merdeka.Murid yang Merdeka adalah murid yang mampu belajar dari kesalahannya untuk menjadi lebih baik di masa depan, murid juga mendapatkan pelajaran yang bisa dipakai terus menerus di masa depan untuk menjadi orang yang lebih baik.
TANTANGAN
Tantangan yang saya hadapi adalah penerapan segitiga restitusi ini merupakan hal yang baru didalam penerapannya, sehingga guru harus mampu memahami alur dan langkah-langkahnya, guru harus lebih sabar dalam berkomunikasi, menggali informasi serta mendengarkan pendapatnya, guru juga harus mampu berfokus pada karakter bukan pada Tindakan yang dilakukan oleh murid.
AKSI
Terdapat tiga Langkah pada restitusi atau kita kenal dengan segitiga restitusi, yaitu menstabilkan identitas, validasi Tindakan yang salah, menanyakan keyakinan.
Adapun langkah-langkah segitiga restitusi yang saya lakukan terhadap murid kelas VIA di SDN 13 Nanga Pinoh adalah sebagai berikut :
- Menstabilkan Identitas
bertujuan untuk mengubah identitas anak dari orang yang gagal karena melakukan kesalahan menjadi orang yang sukses. Saya memberikan beberapa pertanyaan kepada murid :
- “Hai…nak… kamu tahu kenapa kamu dipanggil kesini?”
- Ingat ya nak berbuat salah itu tidak apa-apa, tidak ada orang yang sempurna kok. Ibu juga pernah melakukan kesalahan. Tetapi dulu ibu memiliki keyakinan bahwa ibu bisa menyelesaikanya.
- ibu tidak akan mencari tahu siapa yang benar dan siapa yang salah.
- Ibu minta kamu datang kesini untuk kita sama-sama mencari solusi dari masalah yang kamu hadapi. Mau ibu bantu?
- Validasi Tindakan yang salah
Bertujuan untuk memenuhi kebutuhan dasar apa yang mendasari murid melakukan sebuah Tindakan. Murid akan lebih terbuka , Dengan melakukan pertanyaan :
- “Nak kamu pasti punya alasan kenapa melakukan hal ini?”
- “Padahal kamu bisa melakukan yang lebih buruk dari ini kan?”
- “Kamu patut bangga pada dirimu sendiri karena kamu telah melindungi sesuatu yang penting buatmu”.
- “Kamu boleh mempertahankan sikap itu kok, tapi kamu harus menambahkan sikap yang baru lagi .”
- Menanyakan Keyakinan.
Ketika Langkah 1 dan 2 sudah terlewati maka murid akan lebih siap dan percaya untuk menjawab dengan dihubungkan dengan nilai-nilai yang mereka Yakini. Dengan mengajukan beberapa pertanyaan seperti :
- “ masih ingat kesepakatan kelas yang kita buat?”
- “ nilai-nilai apa yang kita sudah kita sepakati?”
- “ kira-kira menurut kamu nilai apa yang kamu Yakini ?”
- “ nah terakhir kamu ingin menjadi orang seperti apa”?
Bagaimana cara kamu agar bisa menjadi orang kamu sebutkan tadi?
PERUBAHAN
Perubahan dari penerapan segitiga restitusi yang saya lakukan adalah Murid tersebut tidak pernah mengulangi tindakan yang merugikan orang lain lagi, emosinya lebih stabil dan mulai disukai temannya.bahkan Ketika ada temannya yang mengganggu dia, dia tidak membalasnya dan lebih memilih untuk menghindar. Pembinaan yang saya lakukan terhadap murid tersebut, dilakukan secara berkala sesuai dengan kebutuhan atau perkembangan murid tersebut. Refleksi yang saya dapatkan dari murid tersebut adalah selama proses berlangsung, murid menyampaikan bahwa dia sama sekali tidak merasa sedang dihakimi atau mendapatkan intervensi dari guru, walaupun dia tahu posisinya adalah dia yang berbuat kesalahan dan yang paling penting murid juga menyampaikan bahwa dengan proses seperti ini maka dia akan sadar dengan sendirinya atas kesalahan yang dia lakukan tanpa harus ditekan oleh guru. Murid tersebut juga berharap hal seperti ini dapat dilakukan oleh guru yang lain ketika menangani murid yang melakukan pelanggaran.