Temu Pendidik Nusantara XII

Select Language

Budaya Positif Yang Mendebarkan

Praktik baik Sebelum Direvisi

[revisi_terbaru]

Elaborasi Praktik Baik

Di sekolah tempat saya mengajar merupakan sebuah sekolah dengan kondisi tingkatan menengah  ke bawah. Hanya beberapa persen saja yang tingkat ekonomi orang tuanya baik. Kondisi lingkungan mereka berada di sekitar pemakaman dan pasar. Mereka terbiasa menjadi tukang parkir, jasa sewa payung, atau sekedar berkumpul tanpa tujuan bahkan kadang berkelahi satu sama lain karena alasan sepele. Ketika mereka mendapatkan uang dengan jalan yang menurut mereka mudah, mereka pun menjadi kurang peduli terhadap pelajarannya. Kepedulian akan pentingnya peningkatan keterampilan seperti literasi dan numerasi masih minim. Mereka menganggap yang penting mereka dapat sekolah saja sudah cukup.

Saat ini saya mendapat kepercayaan untuk menjadi walikelas 6. Ini sudah saya jalani selama 3 tahun berturut-turut. Nyaris setiap tahun pembelajaran ada saja murid yang kemapuan numerasinya minim. Bahkan hampir 75% murid kelas 6 mengalami hal ini. Saya merasa kesulitan untuk mengajarkan pembelajaran matematika. Terkadang saya harus mulai dari awal lagi seperti di kelas rendah. Bahkan ada murid saya yang memang numerasi awal tidak tahu sama sekali. Seperti perkalian bersusun mulai dari hal yang sederhana seperti  perkalian antara dua bilangan. Saya selalu sampaikan di setiap  kesempatan bahwasanya harus dijadikan sebagai suatu kebiasan mengalikan secara sederhana dulu agar terbiasa berfikir numerasi.

Sebelum memulai pembelajaran, di awal saya memberikan tes assesmen nonkognitif. Di antaranya memberikan pertanyaan, pelajaran apa yang mereka sukai dan pelajaran apa yang tidak mereka sukai.  Ternyata hasilnya adalah 75 % tidak menyukai pembelajatan terkait numerasi. Padahal tanpa mereka sadari di dalam kehidupan sehari-hari mereka menggunakan keterampilan numerasi. Dengan kejadian ini, saya mencoba suatu metode.

Pertama, saya tetap meyakinkan murid-murid saya bahwa kita harus memiliki keterampilan numerasi, karena dalam kegiatan kehidupan sehari-hari tanpa kita sadari sudah bernumerasi. Lalu saya mencoba satu kebiasaan baru yang belum pernah dilakukan sebelumnya. Yaitu dengan games mencongak perkalian. Teknisnya adalah, setiap hari sebelum masuk ke kelas menjadi sebuah komitmen bersama bahwa murid Bersiap dan berbaris di depan kelas. Lalu mereka akan diberikan soal secara acak. Saya menyampaikan target dan tujuan jangka panjang yang akan mereka capai jika mereka terbiasa bernumerasi.

Awalnya ada murid yang protes. Mereka keberatan karena games mencongak ini saya berikan secara acak. Mereka meminta saya memberikan soal secara berurutan berdasarkan deret barisannya. Akibatnya, tidak ada murid yang mau berdiri paling depan karena takut diberikan soal. Tapi dengan cara acak, semua murid mau tidak mau harus belajar di rumah sebagai persiapan jika mereka harus menjawab soal duluan. Kebiasaan tersebut berubah menjadi rutinitas wajib setiap harinya.

Ada kalanya murid menjawab soal secara kurang tepat. Tapi saya tidak mempermasalahkannya. Saya justru akan membahas bersama-sama sehingga semua dapat memahami soal dan pembahasannya. Sehingga ke depannya mereka dapat mengerjakan soal yang sama atau mungkin yang lebih sulit lagi. Dengan begitu, mereka tidak merasa malu jika menjawab kurang tepat. Justru mereka akan semakin giat lagi belajar di rumah.

Terbukti mereka yang dulu masih sering melakukan kesalahan dalam menjawab, sekarang sudah mulai lebih teliti. Saya menghargai semua proses yang dilakukan oleh murid. Karena kecerdasan murid berbeda-beda, daya konsentrasi dan daya tangkapnya juga tidak sama. Saya tetap mengizinkan semuanya masuk kelas secara tertib, meskipun jawabannya kurang tepat. Setidaknya mereka familiar dengan kegiatan numerasi dalam kehidupan sehari-hari. Akhirnya kebiasaan ini menjadi budaya kelas yang menyenangkan namun mendebarkan. Sebab mereka mengatakan hati mereka berdebar-debar saat menanti nama mereka dipanggil untuk mengerjakan soal secara acak.

Hal ini terus berlangsung sampai sekarang. Akan tetapi jika ada kegiatan rutinitas sekolah lain yang tidak memungkinkan budaya positif ini terlaksana, maka pelaksanaannya nanti dilakukan setelah akhir pembelajaran. Walaupun awalnya berat, tidak maksimal pencapaiannya, tetapi ini sudah dapat meringankan tugas saya untuk memberikan pembelajaran dengan bertambahnya pengetahuan dasar numerasi mereka. Ini merupakan sebuah langkah awal untuk dapat belajar ke tahap keterampilan berpikir numerasi tingkat menengah sampai keterampilan numerasi tingkat tinggi.

Jika Anda mengalami kendala dalam scrolling, scroll di luar dari area Live Chat yang berwarna hitam.