Sudah lebih dari satu tahun kita hidup dalam situasi Pembatasan Sosial Berskala Besar. Hal ini memberikan dampak perubahan besar-besaran dalam dunia pendidikan. Sekolah ditutup sehingga pola pembelajaran yang selama ini dilakukan oleh guru dan murid secara tatap muka di dalam kelas harus berubah menjadi Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ), dengan memanfaatkan berbagai pilihan teknologi baik dalam jaringan maupun luar jaringan. Tentu saja hal ini dilakukan untuk tetap memenuhi hak murid dalam mendapatkan layanan pendidikan selama pandemi Covid-19.
Meskipun demikian, dalam pelaksanaannya, banyak sekali tantangan Pembelajaran Jarak Jauh yang dihadapi di lapangan. Motivasi dan keterlibatan murid yang terus menurun, kesiapan dan penyesuaian guru dalam mempersiapkan PJJ, kesenjangan akses dan kualitas PJJ, bahkan kesenjangan capaian belajar. Dalam keadaan lelah dan jenuh menghadapi Pembelajaran Jarak Jauh, rasanya lumrah ketika murid, guru, bahkan orang tua, kemudian melontarkan pertanyaan “Kapan pandemi ini berakhir?”
Sayangnya hingga saat ini pandemi Covid-19 belum dapat diprediksi kapan akan berakhir. Oleh karena itu, semua tindakan akan perubahan pendidikan selama masa pandemi menjadi pilihan guru sebagai garda terdepan. Jika diberikan pilihan untuk menekan tombol “pause” atau “restart” mana yang akan Anda pilih? “Pause”, menunggu hingga keadaan dunia kembali normal seperti sedia kala sebelum masa pandemi terjadi dengan resiko learning loss, dimana murid kehilangan minat belajar karena berkurangnya intensitas interaksi dengan guru saat proses pembelajaran? Atau “restart”, memulai sebuah kenormalan baru?
Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid-19 Achmad Yurianto menjelaskan bahwa diberlakukannya new normal (kenormalan baru) bukan berarti masyarakat bebas seperti sebelum adanya pandemi Covid-19. New normal artinya bertindak produktif namun tetap memastikan aman dari penularan virus corona. Kementerian Pendidikan, Kebudayan, Riset, dan Teknologi telah meluncurkan buku panduan pembelajaran pada masa pandemi Covid-19 sebagai dukungan untuk kenormalan baru pendidikan di Indonesia. Pada buku panduan tersebut pemerintah mendorong dilakukannya Pertemuan Tatap Muka (PTM) terbatas dengan berbagai ketentuan protokol kesehatan, dan penggunaan strategi pembelajaran campuran untuk memaksimalkan pembelajaran pada masa pandemi. Apa yang dimaksud dengan pembelajaran campuran?
Baca Juga: Memulai Blended Learning
Pembelajaran Campuran seringkali disalahpahami sebagai pembelajaran yang mengutamakan teknologi kekinian dalam pembelajaran. Namun benarkah demikian? Bukik Setiawan, pegiat pendidikan dan Ketua Yayasan Guru Belajar dalam Program Obrolan Guru Merdeka Belajar yang diselenggarakan oleh Kampus Guru Cikal pada Selasa, 8 Juni 2021, menjelaskan bahwa Pembelajaran campuran atau Blended Learning adalah suatu program pendidikan yang memfasilitasi murid untuk belajar dengan 4 cara , yaitu:
- Setidaknya mengikuti pembelajaran asinkron yang memungkinkan murid merdeka mengatur waktu, tempat, alur dan tempo belajarnya.
- Setidaknya mengikuti pembelajaran sinkron dengan pendampingan guru pada suatu waktu dengan moda belajar tertentu.
- Menghubungkan beragam modalitas program/ mata pelajaran menjadi suatu pengalaman belajar terintegrasi
- Membantu murid menjadi pelajar merdeka (komitmen pada tujuan, mandiri pada cara dan reflektif) dalam mencapai sasaran belajar yang disepakati.
Komposisi pembelajaran sinkron dan asinkron ini lah yang kental menandai suatu pembelajaran sebagai pembelajaran campuran. Bukik Setiawan juga menjelaskan lebih lanjut mengenai pembelajaran sinkron sebagai pembelajaran yang menghadirkan interaksi langsung antara guru dan murid, murid dan murid, atau murid dan narasumber yang dipandu oleh guru. Meskipun pembelajaran sinkron seringkali diasosiasikan dengan cara luring, namun pembelajaran sinkron dapat pula dilakukan secara daring. Sementara itu pembelajaran asinkron memungkinkan murid untuk belajar tanpa butuh kehadiran guru pada waktu bersamaan sehingga memungkinkan murid untuk mengatur waktu, tempat, alur dan tempo belajarnya. Pembelajaran asinkron ini dapat dilakukan secara daring dan luring.
Dari penjelasan tersebut, pembelajaran campuran mampu memberikan pengalaman pembelajaran yang lebih kaya pada murid. Pembelajaran campuran memfasilitasi murid untuk mendapatkan pendampingan, umpan balik dan bimbingan langsung secara interaktif, yang selama pandemi seringkali absen dalam PJJ. Di sisi yang lain pembelajaran campuran juga memberikan kesempatan murid untuk dapat melakukan personalisasi belajar sesuai tingkat pemahaman, latar belakang pengetahuan, minat dan cara belajar, serta tingkat kemandiriannya. Dengan demikian, apakah Pembelajaran Campuran berarti Merdeka Belajar? Dalam implementasinya pembelajaran campuran merupakan sebuah pembelajaran yang mendukung murid untuk merdeka belajar, jika tetap dilakukan dengan mempertimbangkan cara 5M yaitu; Memanusiakan Hubungan, Memahami Konsep, Membangun Keberlanjutan, Memilih tantangan, dan Memberdayakan konteks.
Sebagai guru belajar, apa solusi yang Anda pilih untuk melakukan perubahan? Menunggu pandemi berakhir atau memulai kenormalan baru dengan pembelajaran campuran?
Salam Merdeka Belajar!
Ketua Kampus Guru Cikal
Elisabet Indah Susanti