Temu Pendidik Nusantara XII

Select Language

Pembelajaran yang Kontekstual

Praktik baik Sebelum Direvisi

[revisi_terbaru]

Elaborasi Praktik Baik

Awal

Beberapa tahun sebelum gencarnya dimulai kurikulum merdeka, EduHouse telah mempromosikan mengenai pendidikan dan pembelajaran yang kontekstual dan tidak berlandaskan pada hafalan. Anak-anak mesti diajak untuk berelasi antara apa yang mereka baca dan pelajari dengan hal dan kejadian yang ada di sekitar mereka. Apa yang dipelajari juga mesti berdampak untuk kebaikan diri mereka dan lingkungan sekitar, seperti isu sampah misalnya. Agar dengan demikian, anak diharapkan dapat memahami tanpa harus dengan doktrin dan ceramah yang mudah dilupakan. Matematika harus dijalankan sesuai dengan hal-hal yang paling dekat dengan anak, baik itu memasak, menghitung takaran bumbu, maupun mengukur sudut arah mata angin. Hal yang sama dilakukan dalam pelajaran Social Study (IPS), anak-anak tidak sekedar diajak menghafal arah mata angin, melainkan juga diajak untuk menggunakan kompas untuk menemukan arah mata angin dan membuat denah. Yang paling penting tentu saja literasi. Dalam mengaplikasikan kemampuan berbahasa, anak-anak tidak kami berikan buku paket, melainkan langsung membaca satu buku. Anak-anak juga diajak mengenal berbagai karya sastra seperti puisi dan lagu, baik dalam Bahasa Inggris maupun Bahasa Indonesia. Tujuannya adalah agar anak dapat belajar bahasa langsung dan bukan dari teori saja.

Tantangan

Menerapkan metode tanpa buku paket dan lembar soal nyatanya tidak mudah. Fasilitator mesti berhati-hati mencari sumber-sumber relevan dan ide kegiatan yang tepat dengan tujuan pembelajaran. Tidak semua kegiatan dan karya-karya sastra relevan dan cocok dengan anak-anak. Belum lagi kejenuhan anak-anak saat membaca suatu teks maupun buku yang mereka rasa terlalu banyak tulisan, terutama bagi anak-anak yang berusia lebih kecil. Tak jarang mereka hanya menarasikan bacaan berdasarkan gambar yang ada di buku, bukan dari apa yang mereka baca. 

Aksi

Saya menemukan bahwa dalam menjaga minat belajar anak, tidak bisa terlalu kaku dalam menjalankan suatu kegiatan. Kelas mesti dibuat secair mungkin asalkan masih sesuai konteks. Fasilitator juga mesti berani untuk melakukan perubahan di tengah pembelajaran. Saat membahas literatur mengenai kura-kura misalnya, anak-anak saya ajak untuk berpura-pura sebagai kura-kura dan beraksi seperti yang ada di teks. Mereka bergerak lambat dan mengikuti apa yang saya bacakan. Dalam kegiatan membaca dan menarasikan bacaan, saya mencoba menyisipkan hal lain yang dapat mencairkan namun tetap berkaitan dengan kegiatan literasi, misalnya mengajak mereka menggambar atau membuat sesuatu yang berkaitan dengan tokoh cerita, atau melakukan hal seperti tokoh pada cerita. Saat membaca tentang tokoh yang sedang memetik buah blueberry misalnya, saya akan tiba-tiba mengajak mereka keluar dan memetik mulberry yang memang tumbuh di kebun sekolah. Hal ini dapat mencairkan kebosanan tanpa terlalu menjauh dari konteks kegiatan.

Hal ini juga kemudian berpengaruh dalam mencari sumber-sumber belajar. Dari kegiatan yang cair ini saya terkadang dapat menemukan ide untuk kegiatan baru. Seperti saat berburu mulberry di kebun, kami menemukan ulat dan itu memberikan kami ide untuk membaca suatu cerita berjudul “The Very Hungry Caterpillar” yang menceritakan tentang seekor ulat. Dari cerita tersebut, fasilitator lain juga mendapatkan ide untuk memperkenalkan materi metamorfosis.

Perubahan

Dengan beberapa strategi yang saya lakukan tersebut, muncul beberapa respon dari anak yang merelasikan dengan bacaan, seperti, “Wah kalau Little Sal petik dan ditaruh di ember, kita taruhnya di tangan saja.” Dari situ saya dapat mengukur seberapa jauh anak-anak telah memahami isi suatu bacaan. Hal ini juga membuat anak-anak lebih memiliki ketertarikan terhadap karya sastra, bacaan, maupun pelajaran yang sedang mereka pelajari. Tidak jarang mereka jadi menghubungkan pelajaran satu dengan yang lain. Dalam pelajaran bahasa, anak-anak juga tanpa sadar menyerap kosakata baru.

Kuncinya adalah pada seberapa fleksibel dan siap kita dalam menghadapi berbagai suasana dan tantangan di kelas. Penting juga merubah mindset bahwa suatu pelajaran tidak hanya harus dilakukan di satu ruangan dan satu cara. Fasilitator juga tetap perlu untuk melakukan lebih banyak riset dan membaca untuk dapat menemukan sumber belajar dan kegiatan yang relevan bagi anak, namun juga berdampak bagi lingkungan.

Jika Anda mengalami kendala dalam scrolling, scroll di luar dari area Live Chat yang berwarna hitam.