Temu Pendidik Nusantara XII

Select Language

Pembelajaran Berdiferensiasi Meningkatkan Motivasi Murid dalam Belajar Matematika

Praktik baik Sebelum Direvisi

[revisi_terbaru]

Elaborasi Praktik Baik

Menjadi guru kelas di Sekolah Dasar memiliki kewajiban mengajarkan seluruh mata pelajaran kecuali mata pelajaran Pendidikan agama dan pendidikan jasmani dan kesehatan ( PJOK ). Dalam mengajar beberapa mata pelajaran ini, maka mengajar matematika menjadi cerita tersendiri bagi saya sebagai guru kelas 6 SDN 01 Lunang. Dari hasil survey obrolan murid-murid rata-rata mereka tidak menyukai mata pelajaran matematika. Menurut mereka pelajaran matematika itu sulit bagi mereka. Apakah mindset murid ini benar? Seberapa  sulitkah pembelajaran matematika ini bagi murid-murid ?. Saya menjadi resah melihat murid-murid tidak termotivasi belajar matematika. Perasaan cemas ini semakin nyata ketika beberapa murid mengeluarkan ucapan “ E…belajar matematika lagi ya, Bu ?’ dengan wajah mengerinyit dan tertunduk lesu.

Hari ini saya harus mengajarkan matematika materi bangun datar lingkaran. Pada tujuan pembelajaran diharapkan murid-murid dapat mengidentifikasi bagun lingkaran. Diawali dengan aktivitas menanyakan benda apa saja yang ada di lingkungan sekitar yang berbentuk lingkaran.. Pembelajaran terasa menyenangkan, karena pertanyaan masih berkisar dengan benda-benda yang dekat dengan mereka. Aktivitas dilanjutkan dengan mengamati dan menyebutkan unsur-unsur yang ada pada lingkaran, mulai dari titik pusat lingkaran, jari-jari, busur, apotema, juring, dan tembereng. Konten ini masih mudah menurut mereka, karena hal ini masih bisa dipahami dengan cara mengamati sambil menyimak penjelasan guru.

Ketika pada pertemuan berikutnya pembelajaran dilanjutkan dengan konten mencari luas dan keliling lingkaran maka ada beberapa murid yang kesulitan. Mereka merasa kesulitan karena untuk mencari luas lingkaran sudah melibatkan operasi hitung dasar perkalian dan pembagian. Ini terlihat dengan jelas dari ekspresi yang ditunjukan oleh beberapa murid.

Untuk mengatasi permasalahan tersebut maka saya mencoba mengajukan pertanyaan terbuka kepada murid. “ anak-anak apa yang membuat kamu merasa kesulitan ?“ tanya saya. Secara serentak beberapa murid menjawab “ karena ada perkalian dan pembagian, Bu “ jawab mereka. Kondisi ini menunjukkan bahwa murid-murid kurang siap melanjutkan pembelajaran. Untuk mengetahui kesiapan murid sebelum melanjutkan materi saya menyediakan tiga buah kotak yang berisi kartu. Langkah awal saya meminta murid-murid untuk mengambil satu kartu soal di kotak level 1 yang berisi satu  item soal perkalian. Pada kotak level 1  ini berisi  soal perkalian kategori mudah Masing-masing murid diminta untuk mengerjakan soal tersebut. Murid yang berhasil mengerjakan soal perkalian level 1 akan naik ke level 2. Dan yang berhasil di level 2 akan naik di level 3.

Setelah murid-murid menyelesaikan soal berkaitan dengan soal perkalian. kemudian murid diminta lagi untuk mengerjakan soal yang perkaitan dengan pembagian. pada Soal pembagian ini strategi identifikasinya juga sama dengan pengerjaan soal perkalian. Pada soal pembagian juga terdiri dari tiga level soal yaitu level 1, level 2, dan level 3.

Aktivitas di atas adalah salah satu cara yang saya terapkan dalam mendiagnosis kesiapan belajar murid-murid. Kegiatan ini saya lakukan sebelum masuk ke materi mencari Luas lingkaran. Selain dengan cara tersebut saya juga membuka pertanyaan terbuka ( Tanya jawab ) sebagai bentuk asesmen diagnosis. Dari hasil asesmen diagnosis  ini, maka saya dapat mengelompokkan atau memetakan kebutuhan murid berdasarkan kesiapan belajar. Kesiapan belajar murid yang teridentifikasi adalah sebagai berikut :

  • Kelompok A adalah murid yang menguasai konsep luas lingkaran, sudah menguasai konsep perkalian dan pembagian bilangan bulat dengan baik sehingga kelompok ini saya sebut dengan kelompok independen practice.
  • Kelompok B adalah murid yang sudah menguasai konsep luas lingkaran , menguasai konsep perkalian tetapi masih belum terampil dalam operasi hitung pembagian bilangan bulat guided practice atau instruksi yang saya berikan.
  • Kelompok C adalah murid yang belum menguasai konsep lingkaran dan operasi hitung perkalian dan pembagian bilangan bulat struggle untuk basic skillnya.

Dari hasil identifikasi pemetaan kebutuhan belajar murid, saya menyusun rancangan pembelajaran ( RPP) yang aktivitas pembelajarannya dapat mengakomodir kebutuhan belajar murid-murid.  Dalam kegiatan pembelajaran ini saya melakukan diferensiasi konten , proses, dan produk. Mengapa saya memetakan kebutuhan murid berdasarkan kesiapan belajar? Karena kesiapan belajar ( readiness) merupakan kavasitas murid untuk mempelajari materi baru. Sebuah tugas yang mempertimbangkan tingkat kesiapan murid-murid akan membawa murid keluar dari zona nyaman mereka, namun dengan lingkungan yang tepat dan dukungan yang memadai, maka mereka akan dapat menguasai materi tersebut.

Secara klasikal murid diberikan dulu pemahaman tentang konsep mencari luas lingkaran dengan menggunakan media peraga dan menyimak penjelasan guru tentang cara menghitung luas lingkaran yang dicontohkan guru di papan tulis. Setelah menyimak dan memperhatikan penjelasan guru, murid-murid mengetahui cara mencari luar lingkaran dengan menggunakan rumus Luas =  Nilai  π ( phi ) =  ( digunakan apabila nilai π(phi) adalah bilangan kelipatan 7 ), dan nilai π (phi)= 3,14 ( digunakan apabila nilai π(phi)  bukan bilangan kelipatan 7 ). Murid-murid di contohkan secara klasikal untuk mencari luas lingkaran dengan nilai π(phi) bilangan kelipatan 7 dan bilangan bukan kelipatan 7.

Setelah mendengarkan penjelasan secara klasikal oleh guru. Maka berdasarkan hasil asesmen diagnosis, saya menggunakan strategi grouping ( Pengelompokan belajar ) dalam pembelajaran. Murid-murid dikelompokkan berdasarkan kesiapan belajarnya.

Kelompok A adalah murid yang sudah menguasai konsep luas lingkaran dan sudah menguasai operasi hitung perkalian dan pembagian. Murid diminta mengerjakan soal tantangan yang mengaplikasikan konsep lingkaran dalam kehidupan sehari-hari. Dan biasanya saya juga meniapkan benda-benda yang permukaanya berbentuk lingkaran dengan ukuran diameter yang berbeda. Murid akan diminta bekerja secara mandiri dan saling memeriksa pekerjaan masing-masing. Dan murid-murid yang sudah selesai juga dapat diminta untuk menjadi tutor sebaya bagi temannya yang lain yang berada di kelompok B dan c.Kontrol yang diberikan guru pada kelompok A adalah memberikan umpan balik yang membangun terhadap hasil kerja murid.

Kelompok B adalah murid yang sudah menguasai konsep luas lingkaran  , menguasai konsep perkalian tetapi masih belum terampil dalam operasi hitung pembagian bilangan bulat dan tidak trampil dalam mencari luas lingkaran dengan menggunakan rumus. Kelompok ini diberikan diberi bantuan menyelesaikan soal yang disiapkan oleh guru dan diberikan langkah-langkah dalam pengerjaan soal ( lebih terurai dalam lembaran kerjanya. Untuk menyelesaikan operasi hitung pembagian mereka di minta menggunakan benda-benda konkrit untuk mengitung luas lingkaran. ( misalnya menggunakan lidi, batu kerikil, atau sedotan) jika masih merasa kesulitan maka murid diminta melakukan strategi “ 3 before me” yaitu bertanya kepada 3 teman sebelum bertanya kepada guru. Guru sesekali akan datang ke kolompok ini untuk memastikan tidak ada miskonsepsi dalam pengerjaan operasi hitung dasar perkalian dan pembagian bilangan bulat.

Kelompok C adalah murid yang belum menguasai konsep lingkaran, operasi hitung perkalian dan pembagian bilangan bulat. Murid akan mendapatkan pembelajaran eksplisit tentang konsep menghitung luas lingkaran, operasi hitung perkalian dan pembagian. Murid juga direkomendasikan untuk menggunakan benda-benda konkrit dalam membangun pemahaman terhadap operasi hitung dasar perkalian dan pembagian bilangan bulat. Guru melakukan mini lesson atau memberikan penjelasan materi dalam kelompok kecil. Guru akan memberikan scaffolding yang lebih banyak dalam proses ini. Scaffolding ini adalah suatu teknik pembelajaran dimana murid diberikan sejumlah bantuan kemudian perlahan –lahan diadakan pengurangan terhadap bantuan tersebut hingga murid pada akhirnya dapat menunjukan kemandirian yang lebih besar dalam proses pembelajaran.

Proses asesmen juga menjadi bagian penting dalam penerapan pembelajaran berdiferensiasi ini. Fokus asesmen yang dilakukan adalah asesmen formatif. Asesmen formatif ini  bukan hanya berbentuk soal, tetapi juga selama proses berlangsung saya melakukan pengamatan terhadap perkembangan belajar murid-murid, saya juga melakukan pertanyaan terbuka untuk mengetahui sejauh mana pemahaman murid terhadap konten yang sedang dipelajari.

Dalam praktik pembelajaran berdiferensiasi, proses penilaian memegang peranan yang sangat penting. Guru diharapkan memiliki pemahaman yang berkembang secara terus menerus tentang kemajuan akademik murid-murid. dengan mengetahui kemajuan akademik maka murid-murid akan lebih mudah merancang pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan belajar murid. Guru di harapkan mengetahui di posisi mana murid-muridnya dan menghubungkan dengan tujuan pembelajaran yang akan dicapai. Penilaiaan formatif bersifat memonitor proses pembelajaran, dan dilakukan secara berkelanjutan, serta konsisten.

Untuk pelaksanaan formatif ini saya juga menyiapkan tiga bentuk soal yang berbeda tingkat kesulitannya yang di muat dalam kotak A, B, dan C. setiap murid diberikan kebebasan untuk memilih tiket yang di inginkan. Murid yang berhasil menyelesaikan tiket soalnya akan di izinkan untuk keluar ruangan. Jika masih ada murid yang terkendala maka akan di berikan scaffolding.

Dalam menumbuhkan motivasi belajar murid-murid, terutama bagi murid-murid yang masih membutuhkan scaffolding maka pendampingan orang tua murid juga sangat dibutuhkan. Kolaborasi antara orang tua dan guru di sekolah akan membantu kesiapan murid-murid untuk belajar. Untuk melibatkan orang tua murid ini saya membentuk grub whatsapp. Melalui grub ini di bangun percakapan dengan orang tua murid, mengingat keterlibatan orang tua murid sangat dibutuhkan untuk kemajuan belajar anak di sekolah.

Selain orang tua murid, ketrlibatan kepala sekolah juga tak kalah pentingnya, guru bersama kepala sekolah dan atas masukan teman guru, maka proses merancang pembelajaran berdiferensiasi dapat dilaksanakan. Dengan melakukan pembelajaran berdiferensiasi maka murid-murid merasa dipahami. penerapan pembelajaran berdiferensiasi yang dilakukan  guru menunjukan bahwa guru telah  melakukan memanusiakan hubungan dengan murid-murid di kelasnya. Lingkungan belajar yang kondusif akan menumbuhkan motivasi belajar bagi murid-murid.

Penerapan pembelajaran berdiferensiasi ternyata telah membawa banyak perubahan. Pembelajaran berdiferensiasi ini yang diterapkan dalam mata pelajaran matematika telah menumbuhkan motivasi belajar murid-murid terhadap materi ini. Murid-murid terlihat senang dan bahagia karena mereka mendapatkan apa yang mereka butuhkan. Rasa senang dan motivasi belajar ini tergambar dari pertanyaan murid kelompok C “ Bu, saya boleh nggak mencoba menjawab soal untuk kelompok B?” pertanyaan yang sama juga muncul dari anggota kelompok B, mereka jadi tertantang untuk mencoba soal-soal yang dikerjakan oleh kelompok A. dan untuk kelompok A mereka diberikan kesempatan untuk menjadi tutor sebaya. Berperan sebagai tutor sebaya telah menumbuhkan semangat berbagi dan sikap percaya diri pada murid.

Keberagaman yang mereka miliki bukan berarti untuk memisahkan mana anak yang pintar dan bodoh. Tapi strategi grouping ( Pengelompokan Belajar ) ini adalah dalam rangka untuk memenuhi kebutuhan belajar murid-murid dan memudahkan guru dalam memberikan pendampingan pada murid-murid dalam belajar.

Strategi grouping ini lebih bersifat fleksibel, mereka tidak akan selalu berada dalam kelompok yang sama. Setiap saat bisa berganti sesuai dengan kebutuhan belajarnya. Anggota kelompok di mata pelajaran matematika tentu akan berbeda dengan anggota kelompok di mata pelajaran Bahasa Indonesia, IPA, IPS, dan mata pelajaran lainnya.

Selain di mata pelajaran matematika, pembelajaran berdiferensiasi ini juga saya terapkan pada mata pelajaran lainnya. Misalnya dalam pembelajaran Seni Budaya Dan Keterampilan ( SBK ) pada konten pembuatan karya seni (patung), saya melakukan diferensiasi produk, murid-murid di berikan kesempatan membuat produk dari bahan yang ada di lingkungan sekitarnya. Ada yang memanfaatkan botol bekas, kayu, tanah liat, dan platisin. Motivasi murid  dalam menyelesaikan produknya akan muncul ketika mereka dipahami dengan lebih baik. Memahami keberagaman ( berdiferensiasi ) adalah wujud penerapan strategi memanusiakan hubungan dengan murid-murid .Salam merdeka belajar.

Jika Anda mengalami kendala dalam scrolling, scroll di luar dari area Live Chat yang berwarna hitam.