Temu Pendidik Nusantara XII

Select Language

Menjadi JBI (Juru Bahasa Isyarat) Demi Murid.

Praktik baik Sebelum Direvisi

[revisi_terbaru]

Elaborasi Praktik Baik

Sebagai Guru SLB, sejak 2006, saya terbiasa menggunakan SIBI (Sistem Isyarat Bahasa Indonesia) yang saya pelajari dari Kamus. Bahkan saya menjadi penerjemah SIBI di beberapa acara TV lokal. Tapi ada tiga hal yang membuat saya merasa ada yang kurang pas.

Pertama, setiap saya menerjemahkan di TV dan saya posting di Facebook saya, tidak ada 1 pun murid atau mantan murid (alumni) yang like dan komen di postingan saya. Pernah saya tanya langsung, “Kemarin lihat TVRI Sumut gak? Bu Ega nerjemahkan dengan SIBI. Trus kenapa gak like dan komen FB ibu?”. Mereka jawab “Aku gak ngerti”. Kedua, setiap murid-murid saya berbahasa isyarat di luar kelas, saya selalu gak ngerti apa yang mereka bicarakan. Kenapa bahasa isyarat mereka berbeda dengan Kamus SIBI?, pikir saya. Ketiga, pembelajaran di dalam kelas pun menjadi tidak optimal. Karena murid Tuli saya tidak memahami bahasa lisan saya, dan saya tidak memahami bahasa isyarat mereka. Saya dan murid jadi terkendala dalam komunikasi.

Akhirnya saya tahu bahwa yang murid Tuli saya gunakan adalah Bisindo (Bahasa Isyarat Indonesia). Ada anggapan bahwa Bisindo itu “bahasa gak resmi”, sedangkan SIBI “bahasa resmi”. Jadi sebagai Guru SLB, waktu itu, saya tidak belajar Bisindo karena saya berpikir murid saya harusnya belajar “bahasa resmi”. Saya sebagai Guru dong yang harus mengajarkan yang “benar”. Murid saya harus belajar dari saya. Itu anggapan saya di masa lalu.

Setelah mengikuti TPN 2018, saya mendapatkan pencerahan bahwa sebagai Guru yang #MerdekaBelajar, saya harus berpihak kepada murid. Saya sebagai Guru perlu memahami kebutuhan belajar murid, bahkan gak malu untuk belajar dari murid. Saya kemudian menekuni Bahasa Isyarat Indonesia (Bisindo) yang selalu digunakan oleh murid-murid saya.

Saya belajar ke murid saya dengan prinsip #SemuaMuridSemuaGuru. Kemudian murid-murid saya mengenalkan saya kepada Komunitas Disabilitas Tuli Gerkatin (Gerakan Kesejahteraan Untuk Tunarungu Indonesia). Ini juga sesuai dengan prinsip merdeka belajar yang selalu mengutamakan kolaborasi dari setiap elemen masyarakat. Akhirnya lewat pelatihan dan mentoring langsung bersama teman-teman Tuli, teman-teman Gerkatin merekomendasikan saya menjadi JBI (Juru Bahasa Isyarat). Saat ini saya tergabung di PLJ (Pusat Layanan JBI) @plj.indonesia

JBI adalah sebuah profesi/ karier yang berbeda dengan karier saya sebagai Guru. Saya menempuh pelatihan dan jenjang tertentu sebelum akhirnya menjadi JBI. Seperti halnya guru Bahasa Inggris yang tidak otomatis menjadi Penerjemah Bahasa Inggris ketika sudah bisa menghafal kamus. Tetap diperlukan pelatihan dan penguatan kompetensi sebagai Interpreter/ Juru Bahasa.

Saat ini, sebagai JBI membuat saya lebih memahami murid saya. Komunikasi saya sebagai Guru berjalan lebih lancar dengan murid, dan ini sangat membantu proses pembelajaran. Murid juga semakin percaya pada saya, karena memang ketika belajar Bisindo, saya bukan hanya belajar bahasa isyarat saja, namun saya juga belajar tentang Budaya Tuli dan Identitas Alami mereka sebagai Disabilitas Tuli. Dengan memilih menggunakan Bisindo, saya merasa menjadi Guru yang lebih merdeka, dan terutama Guru yang berpihak kepada Murid, Murid, Murid. Ini amat membanggakan.

Jika Anda mengalami kendala dalam scrolling, scroll di luar dari area Live Chat yang berwarna hitam.