AWAL
Pendidikan Anak Usia Dini merupakan langkah awal pendidikan yang mendukung perkembangan kognitif, sosial-emosional, sensorik & motorik dan kemampuan berbahasa anak melalui pendekatan bermain. PAUD di EduHouse merupakan perpanjangan dari aktivitas yang belum atau tidak dapat dilakukan di rumah karena prioritas yang beragam dari masyarakat (dalam hal ini orangtua/keluarga), sebuah pendidikan dini yang melibatkan keluarga dan penggunaan pendekatan yang bersahabat, senyaman di rumah.
Pendidikan anak usia dini yang dilakukan di EduHouse memiliki empat pilar kegiatan, yaitu:
- Pendampingan keluarga untuk menumbuhkan atmosfer belajar positif
- Pelatihan kebiasaan baik
- Penyajian ide hidup
- Kehidupan yang Berkelanjutan: Kembali ke alam & kearifan lokal
Dua dari pilar kegiatan di PAUD EduHouse adalah pelatihan kebiasaan baik dan kehidupan berkelanjutan. Pelatihan kebiasaan baik ini dilakukan bertahap dan terstruktur dengan berkolaborasi bersama orangtua/keluarga masing-masing anak. Pelaksanaan pelatihan ini adalah “Satu kebiasaan baik di satu waktu” dan jangan membayangkan kebiasaan baik yang rumit dan tidak sesuai dengan kemampuan anak. Anak-anak melakukan sesuatu yang konsisten baik di sekolah maupun di rumah, dan terukur dengan habit tracker. Orangtua berlatih dengan kepala sekolah/guru untuk memantau dan membersamai anak menerapkan pola kebiasaan baik.
Selanjutnya, salah satu elemen dari pilar keempat: kehidupan berkelanjutan adalah kearifan lokal. Kearifan lokal adalah sebuah nilai warisan yang telah dihidupi oleh generasi-generasi sebelumnya. Sebuah budaya yang telah turun temurun dari nenek moyang kita, perlu kita lestarikan. Kearifan lokal merujuk pada pengetahuan, praktik, nilai, dan tradisi yang berkembang di suatu daerah atau masyarakat tertentu selama berabad-abad. Ini sering kali berhubungan dengan cara-cara yang unik di mana masyarakat mengelola sumber daya alam, berinteraksi satu sama lain, dan menjaga keseimbangan lingkungan mereka.
Kearifan lokal dalam bentuk bahasa dan tradisi lisan, pengetahuan tentang etnobotani & etnozoologi, pengobatan tradisional, kebudayaan dan seni rupa dapat diintegrasikan dalam kurikulum PAUD.
Saat anak-anak dapat mengenal akar kebudayaan mereka, mendekatkan anak-anak pada konteks masyarakat terdekat dan menerapkannya dalam keseharian mereka, di saat itulah kesadaran mereka akan sekitarnya dan akan dirinya bertumbuh. Pertumbuhan ini juga dapat tercapai saat anak mendapatkan kesempatan untuk mengaktifkan seluruh inderanya dan sering bergerak di luar ruangan dengan terpapar sinar matahari. Kegiatan seperti merasakan bermacam rasa minuman/makanan, mengeksplorasi tekstur, mencium berbagai jenis bau-bauan, berkenalan dengan berbagai macam bunyi-bunyian dan jenis musik, menggerak-gerakkan tubuhnya dan bermain bebas dapat membantunya meningkatkan kemampuan sensorik dan motoriknya.
Mendekatkan konteks budaya dan bahasa lokal juga membantu mereka untuk bisa meningkatkan kemampuan sosial-emosional juga kemampuan berbahasanya.
TANTANGAN
Di era yang serba cepat dan instan, anak-anak berusia dini banyak terpapar dengan gawai dan layar televisi. Banyak keluarga modern menjadi bagian dari masyarakat urban, yang mengaku jauh bahkan tak mengenal kebudayaannya, dan telah meninggalkan kearifan lokal yang sebenarnya masih sarat nilai yang pantas dilestarikan.
Banyak keluarga atau anak yang memilih bermain gawai dan melihat tontonan yang bertajuk edukasi namun sebenarnya menyabotase atensi. Mereka juga terbiasa menggunakan sesuatu yang sekali-buang dan dekat dengan plastik tak ramah lingkungan. Tak ragu, mereka juga sering menyantap makanan cepat/siap saji rendah nutrisi dan tinggi gluten/gula/garam. Saat sakitpun, mereka langsung mengkonsumsi obat-obatan yang mungkin masih dapat digantikan dengan rempah Nusantara. Gaya hidup urban dan modernitas yang telah melunturkan kebiasaan baik nenek moyang kita yang sarat makna, nilai-nilai luhur dan ramah lingkungan. Banyak dongeng, tembang dolanan dan cerita rakyat yang telah digantikan dengan gempuran vlog dan cerita para pemburu followers.
Jari jemari anak-anak urban, mungkin akan tidak terbiasa memegang tekstur kasar yang bervariasi karena sibuk mengelus-elus layar gawainya. Hidung mereka tak terbiasa untuk menghirup bau-bauan beragam dari rebusan rempah. Lidah mereka sudah jarang mengecap macam-macam rasa dan tekstur yang sarat nutrisi dan aman untuk pencernaan mereka. Banyak orangtua yang tak memahami bagaimana anak-anak mereka mengaktifkan indera mereka untuk meningkatkan kemampuan sensorik dan motorik mereka.
Berangkat dari urgensi tersebut, saya tertantang untuk mengintegrasikan pelatihan kebiasaan baik dan memberdayakan kearifan lokal dalam kurikulum PAUD EduHouse.
AKSI
Untuk mengatasi tantangan tersebut, saya merancang sesi yang mengintegrasikan kearifan lokal dan menindaklanjuti dengan pelatihan kebiasaan baik.
Beberapa bentuk kearifan lokal yang telah kita integrasikan dalam kurikulum PAUD di EduHouse adalah:
- Makanan, minuman dan obat-obatan tradisional: pengenalan rempah & jamu, teh bunga telang dari kebun sekolah, tumpeng nasi kuning dan beberapa makanan tradisional lain, camilan/kudapan berbahan dasar singkong dan belajar bagaimana membungkusnya tanpa plastik: dengan daun pisang & besek.
Praktik ini banyak melatih kemampuan sensorik anak, terutama kemampuan mengenal beragam rasa dengan lidah mereka, membaui rempah, merasakan tekstur rempah yang kita gunakan: seperti jahe, kunyit, lengkuas. Tak lupa membiarkan mereka berinteraksi dengan tekstur besek dan daun pisang.
Mereka mengenal rempah-rempah secara langsung. Anak-anak dipersilakan mendekat satu per satu untuk merasakan teksturnya dan mengamati bentuk/warna/ukuran rempah-rempah. Setelah itu mengajak anak mencium bau dari rempah tersebut. Anak-anak di tingkatan yang lebih tinggi diajak membuat wedang dengan kayu secang dan mencampur beberapa rempah lain dan mengamati perubahan warna, juga apa yang terlihat saat memasukkan gula batu ke dalamnya.
Setelah itu, saya akan memantik anak dengan memberikan pertanyaan seperti, “Apakah ada yang pernah melihat rempah ini? Di mana kalian pernah melihatnya? Kira-kira rempah itu dapat kita temukan dalam makanan/minuman apa? Siapa yang pernah mencoba makan/minuman yang menggunakan rempah tersebut?”
Pertanyaan pemantik ini diberikan dengan harapan dapat meningkatkan kemampuan kognitif dan melatih nalar anak saat mencoba mengingat dan menyebutkan makanan/minuman yang menggunakan rempah tersebut Dengan narasi anak-anak tersebut, teman–temannya juga dapat menerima informasi baru yang tidak hanya didapat melalui fasilitator/guru. Hal ini juga melatih kemampuan berbahasa sekaligus sosial emosional mereka.
- Kebudayaan seni rupa & tari: Wayang Suket, Wayang Kulit dan permainan cahaya, keragaman batik dan ikon lokal Semarangan seperti Warak Ngendog, permainan tradisional seperti Pit Galipit, Becak-becakan, Dakonan dan lain-lain, dan juga bergerak menari mengikuti musik gamelan.
Anak usia dini perlu banyak bergerak dan menyalurkan energinya. Dengan bermain permainan tradisional, menari dan terekspos musik gamelan, dapat menambah kosakata, pengetahuan dan melatih kemampuan motorik halus dan kasar mereka. Saat bermain Dakonan misalnya, mereka juga mengkoordinasikan jari-jarinya untuk menjimpit dan membagikan biji-biji dakon ke lubang-lubang tertentu. Selain melatih kemampuan sensorik dan motorik halusnya, kegiatan ini membantu mereka untuk bisa bermain bersama, menyepakati aturan dan memahami urutan. Permainan yang dilakukan secara bergiliran ini dapat memupuk kemampuan anak untuk bersabar dalam menanti gilirannya sehingga kemampuan sosial-emosionalnya juga meningkat.
- Bahasa dan Tradisi Lisan: tembang dolanan dan cerita-cerita lokal. Saat mengintegrasikan tembang dolanan dalam kegiatan di PAUD, saya sebenarnya memiliki kekhawatiran jika ada penolakan. Namun karena kolaborasi yang baik antar guru dan orangtua, anak-anak juga diajak bernyanyi di rumah. Akibatnya, tak hanya mau, tapi sampai berulang-ulang menyanyikan dan memperagakannya. Anak-anak pun sukses menyanyikan lagu Padhang Bulan dan memperagakannya di acara akhir tahun mereka, lengkap dengan kostum tradisionalnya.
Lalu apa yang dilakukan untuk melatih kebiasaan baik mereka? Salah satu yang telah kita terapkan adalah kebiasaan untuk mencuci piring/gelas dan membersihkan tempat di mana mereka makan/minum. Hal ini dilakukan setiap kali mereka selesai makan/minum. Setelah mereka selesai makan nasi kuning dari Tumpeng 17-an, minum wedang rempah mereka, mereka bersama-sama mencuci alat makan/minumnya. Anak-anak terbiasa untuk melakukan keterampilan hidupnya dengan melakukan pekerjaan yang dapat membantunya untuk lebih mandiri. Dengan mereka mencuci dan membersihkan tempatnya, mereka tidak langsung telah belajar bertanggung jawab.
Dengan mengkomunikasikan hal ini ke orangtua, kebiasaan ini juga dilakukan di rumah. Anak-anak terbiasa membantu orangtua, atau paling tidak mencuci piring makannya sendiri. Habit tracker yang diberikan dari sekolah membantu orangtua untuk bisa mengukur sejauh mana pengawalan kebiasaan baik itu dilakukan. Dengan begitu, EduHouse juga dapat membantu mendampingi dan menjembatani saat ada kebiasaan yang terlewat atau belum dapat dilaksanakan dengan konsisten.
PERUBAHAN
Dengan pengintegrasian pelatihan kebiasaan baik dan pemberdayaan kearifan lokal, anak-anak pun dapat meningkatkan kemampuan motorik, sensorik, sosial-emosional dan berbahasa mereka. Kegiatan ini juga dapat meningkatkan kemampuan kognitifnya dan kesadarannya terhadap diri sendiri dan lingkungan di sekitarnya. Kolaborasi dengan orangtua sebagai atmosfer pertama dan utama membantu terciptanya respon yang positif dari anak.
Anak-anak yang awalnya merasa asing, menolak memegang/mencium/merasakan, atau belum terlalu kenal dengan kearifan lokal yang kami integrasikan, setelah beberapa kali pertemuan dan pendekatan personal, mereka pun dengan antusias mengamati dan mengenal berbagai macam rempah-rempah.
Bahkan beberapa dari mereka dapat merelasikannya dengan yang ada di rumah dengan berkata, “Di rumah aku punya ini!”
“Aku pernah minum wedang jahe, waktu itu Mama bikin buat aku.”
Selain itu, secara kemampuan berbahasa, anak-anak dapat lebih ‘sadar’ dan dapat menyebutkan kosakata, seperti Warak Ngendog, batik, kebaya, dakonan, mengucapkan kata berbahasa Jawa lewat tembang dolanan, wayang dan lain-lain.
Hal ini tampak saat anak terpapar oleh kegiatan yang melibatkan benda tersebut. Anak-anak lebih aktif dalam diskusi kelas, membagikan cerita-cerita dan pengalamannya dan juga mengulang-ulang menyanyikan tembang dolanan yang sering mereka dengar dari sekolah dan rumah.
Kemampuan motorik kasar dan halus anak juga meningkat seiring dengan banyaknya hal yang dapat dilakukan. Bergerak bebas, menggerakkan tubuhnya mengikuti alunan gamelan atau musik tradisional dapat memperkuat otot-ototnya. Memasang lidi pada daun pisang untuk membungkus pun ternyata dapat membuat mereka meningkatkan kemampuan motorik halusnya. Dengan menggunakan 3 jari nya yang akan digunakan untuk menulis nanti, anak-anak mengunci bungkusan itu secara manual. Sungguh, kearifan lokal ini mengajak kita untuk hidup selaras dengan alam. Sampah dari bungkusannya pun organik, tidak membahayakan lingkungan sama sekali.
Semoga dengan kembalinya kita pada akar kebudayaan dan kearifan lokal yang kita miliki, menjadi kebiasaan baik yang sedang kita latih pada diri kita dan anak-anak kita untuk hidup lebih selaras dengan alam.