Mengajar di kelas 1 SD sangat menantang. Membentuk kedisiplinan anak didik sejak dini sangatlah penting. Dengan cerita lucu dapat menjadi cara untuk mennanamkan kebiasaan baik.
Mengajar di kelas 1 SD sangat menantang. Membentuk kedisiplinan anak didik sejak dini sangatlah penting. Dengan cerita lucu dapat menjadi cara untuk mennanamkan kebiasaan baik.
Sebelum menjadi kepala sekolah, saya mengajar di kelas 1 SD. Banyak suka dan duka mengajar di kelas 1. Saya sangat senang, karena mengajar di kelas 1. Rasanya serupa dengan mengajar anak PAUD. Kelas 1 adalah masa perpindahan dari PAUD menuju ke jenjang pendidikan dasar. Itulah yang membuat saya sangat tertarik mengajar di kelas 1. Tapi ternyata, mengajar di kelas 1 itu tidaklah mudah. Sebagai seorang guru, di samping mengajar kita juga harus mendidik dengan hati. Apalagi saya mendidik anak-anak yang memiliki strata sosial di kelas ekonomi menengah ke bawah.
Hal yang pertama menjadi tantangan adalah mengenai kedisiplinan dan ketertiban. Tujuan saya menekankan dua hal ini adalah untuk membentuk pondasi awal dalam mencetak karakter anak didik. Karena dua hal ini merupakan kunci kesuksesan. Sehingga dengan menanamkan kedisiplinan dan ketertiban sejak dini akan memudahkan mereka dalam meraih cita-cita di masa depan. Karena itu saya berusaha bagaimana menanamkan sikap disiplin dan tertib kepada anak didik.
Sayangnya, hal itu tidaklah mudah. Karena adanya sikap manja dan cengengnya. Masih banyak orangtua yang memanjakan anaknya di kelas 1. Memang, ada beberapa anak didik yang bisa dinasehati atau dibujuk agar berpisah dengan orang tuanya di depan pintu kelas. Tetapi ada yang malah menjadi-jadi. Mereka semakin manja. Mereka ingin ditemani terus dengan orang tuanya sampai dipangku di kelasnya. Ini yang membuat saya terus mencari cara bagaimana mengatasi hal tersebut.
Hal yang pertama saya lakukan adalah mendekati anak-anak tersebut. Kemudian saya beri saran-saran dengan nada bercanda. Kepada orang tua yang selalu menemani anaknya saya katakan, “Boleh bersama-sama duduk dengan anaknya, tapi dengan syarat harus memakai seragam sekolah juga”. Ini tentu lucu sekali bagi anak-anak. Jadi,anak yang manja tadi merasa malu ditemani dengan orang tua yang disuruh memakai seragam sekolah.
Dengan persyaratan ini, ada beberapa yang berubah. Mereka sudah bersedia untuk tidak ditemani orangtuanya. Mereka pun menjadi lebih mandiri, disiplin, dan tertib. Akan tetapi masih ada juga yang tidak bersedia. Inilah yang membuat saya kehabisan akal. Sementara kepala sekolah selalu menyampaikan, “Tidak boleh lagi ada orang tua yang ikut masuk belajar bersama anaknya”. Sedangkan ada satu orang anak didik yang tidak bisa saya atasi. Sebut saja namanya Dewa. Dia akan mengamuk di dalam kelas apabila tidak ditemani ibunya. Ibunya pun sudah kehabisan akal. Hingga ia mengatakan, “Silakan ibu berbuat apa saja agar anak saya disiplin. Bila perlu silakan ibu pukul anak yang penting dia patuh pada ibu guru”. Tetapi saya tidak ingin melakukan itu.
Saya tidak ingin Dewa menjadi jera atau dendam kepada saya kelak. Saya juga tidak ingin Dewa tidak masuk sekolah karena saya memberikan kekerasan. Akhirnya saya selalu membujuk Dewa. Setiap hari saya bujuk namun tetap tidak mempan. Anak tersebut mau ikut belajar tetapi ibunya harus berada atau berdiri di depan pintu. Jadi ia selalu berdiri di depan pintu padahal ia merasa tidak enak dan tidak nyaman karena banyak pekerjaan yang belum diselesaikan di rumah.
Pernah suatu ketika sang ibu keluar. Begitu ibunya lari keluar, saya dengan sigap menutup pintu. Lalu saya ambil meja, saya palang pintu tersebut dengan meja dan bangku untuk mencegahnya keluar. Tapi Dewa ternyata memiliki kekuatan yang luar biasa. Dia dapat mengangkat meja dan bangku yang telah saya susun. Lantas dia lari keluar mengejar ibunya. Sikap tersebut kemudian membuat teman-temannya yang lain merasa terganggu. Mereka merasa terusik dengan kelakuan satu anak yang tidak biasa tersebut.
Satu semester Dewa selalu ditemani oleh ibunya. Ibunya masih selalu berdiri di depan pintu sampai jenuh. Hingga suatu hari saya bercerita di dalam kelas. Saya mengarang-ngarang cerita tentang seorang anak bayi yang masih menyusu pada ibunya. Saya ceritakan bahwa anak bayi setiap kali menangis selalu minta susu. Jadi saya beri gambaran bahwa kalau ada yang mau ditemani terus dengan ibunya berarti masih sama seperti anak bayi yang selalu minta susu pada ibunya.
Pada waktu itu Dewa ikut juga menyimak. Dia tampak merasa malu sendiri. Sejak saat itu Dewa tidak pernah lagi ditemani oleh ibunya, karena malu dianggap anak bayi yang masih menyusu. Dengan peristiwa ini, saya mengambil pelajaran bahwa seorang guru kelas 1 atau kelas awal harus pandai bercerita, mendongeng, atau membuat cerita lucu. Karena ini dapat menjadi salah satu kunci untuk menanamkan kebiasaan baik pada anak didik tanpa harus memaksanya atau membuat trauma. Pelajaran berharga dari cerita lucu adalah sangat bermanfaat karena dapat langsung dipahami oleh anak didik. Mereka dapat langsung mengerti tanpa merasa ditekan atau dipaksa-paksa. Cerita lucu juga dapat memunculkan kesadaran sendiri bagi yang mendengarnya. Karena itu, kita harus sering menggunakan cerita lucu ketika mengajar agar anak didik lebih mudah mengikuti arahan dan aturan sekolah.
Mengajar di kelas 1 SD sangat menantang. Membentuk kedisiplinan anak didik sejak dini sangatlah penting. Dengan cerita lucu dapat menjadi cara untuk mennanamkan kebiasaan baik.
Sebelum menjadi kepala sekolah, saya mengajar di kelas 1 SD. Banyak suka dan duka mengajar di kelas 1. Saya sangat senang, karena mengajar di kelas 1. Rasanya serupa dengan mengajar anak PAUD. Kelas 1 adalah masa perpindahan dari PAUD menuju ke jenjang pendidikan dasar. Itulah yang membuat saya sangat tertarik mengajar di kelas 1. Tapi ternyata, mengajar di kelas 1 itu tidaklah mudah. Sebagai seorang guru, di samping mengajar kita juga harus mendidik dengan hati. Apalagi saya mendidik anak-anak yang memiliki strata sosial di kelas ekonomi menengah ke bawah.
Hal yang pertama menjadi tantangan adalah mengenai kedisiplinan dan ketertiban. Tujuan saya menekankan dua hal ini adalah untuk membentuk pondasi awal dalam mencetak karakter anak didik. Karena dua hal ini merupakan kunci kesuksesan. Sehingga dengan menanamkan kedisiplinan dan ketertiban sejak dini akan memudahkan mereka dalam meraih cita-cita di masa depan. Karena itu saya berusaha bagaimana menanamkan sikap disiplin dan tertib kepada anak didik.
Sayangnya, hal itu tidaklah mudah. Karena adanya sikap manja dan cengengnya. Masih banyak orangtua yang memanjakan anaknya di kelas 1. Memang, ada beberapa anak didik yang bisa dinasehati atau dibujuk agar berpisah dengan orang tuanya di depan pintu kelas. Tetapi ada yang malah menjadi-jadi. Mereka semakin manja. Mereka ingin ditemani terus dengan orang tuanya sampai dipangku di kelasnya. Ini yang membuat saya terus mencari cara bagaimana mengatasi hal tersebut.
Hal yang pertama saya lakukan adalah mendekati anak-anak tersebut. Kemudian saya beri saran-saran dengan nada bercanda. Kepada orang tua yang selalu menemani anaknya saya katakan, “Boleh bersama-sama duduk dengan anaknya, tapi dengan syarat harus memakai seragam sekolah juga”. Ini tentu lucu sekali bagi anak-anak. Jadi,anak yang manja tadi merasa malu ditemani dengan orang tua yang disuruh memakai seragam sekolah.
Dengan persyaratan ini, ada beberapa yang berubah. Mereka sudah bersedia untuk tidak ditemani orangtuanya. Mereka pun menjadi lebih mandiri, disiplin, dan tertib. Akan tetapi masih ada juga yang tidak bersedia. Inilah yang membuat saya kehabisan akal. Sementara kepala sekolah selalu menyampaikan, “Tidak boleh lagi ada orang tua yang ikut masuk belajar bersama anaknya”. Sedangkan ada satu orang anak didik yang tidak bisa saya atasi. Sebut saja namanya Dewa. Dia akan mengamuk di dalam kelas apabila tidak ditemani ibunya. Ibunya pun sudah kehabisan akal. Hingga ia mengatakan, “Silakan ibu berbuat apa saja agar anak saya disiplin. Bila perlu silakan ibu pukul anak yang penting dia patuh pada ibu guru”. Tetapi saya tidak ingin melakukan itu.
Saya tidak ingin Dewa menjadi jera atau dendam kepada saya kelak. Saya juga tidak ingin Dewa tidak masuk sekolah karena saya memberikan kekerasan. Akhirnya saya selalu membujuk Dewa. Setiap hari saya bujuk namun tetap tidak mempan. Anak tersebut mau ikut belajar tetapi ibunya harus berada atau berdiri di depan pintu. Jadi ia selalu berdiri di depan pintu padahal ia merasa tidak enak dan tidak nyaman karena banyak pekerjaan yang belum diselesaikan di rumah.
Pernah suatu ketika sang ibu keluar. Begitu ibunya lari keluar, saya dengan sigap menutup pintu. Lalu saya ambil meja, saya palang pintu tersebut dengan meja dan bangku untuk mencegahnya keluar. Tapi Dewa ternyata memiliki kekuatan yang luar biasa. Dia dapat mengangkat meja dan bangku yang telah saya susun. Lantas dia lari keluar mengejar ibunya. Sikap tersebut kemudian membuat teman-temannya yang lain merasa terganggu. Mereka merasa terusik dengan kelakuan satu anak yang tidak biasa tersebut.
Satu semester Dewa selalu ditemani oleh ibunya. Ibunya masih selalu berdiri di depan pintu sampai jenuh. Hingga suatu hari saya bercerita di dalam kelas. Saya mengarang-ngarang cerita tentang seorang anak bayi yang masih menyusu pada ibunya. Saya ceritakan bahwa anak bayi setiap kali menangis selalu minta susu. Jadi saya beri gambaran bahwa kalau ada yang mau ditemani terus dengan ibunya berarti masih sama seperti anak bayi yang selalu minta susu pada ibunya.
Pada waktu itu Dewa ikut juga menyimak. Dia tampak merasa malu sendiri. Sejak saat itu Dewa tidak pernah lagi ditemani oleh ibunya, karena malu dianggap anak bayi yang masih menyusu. Dengan peristiwa ini, saya mengambil pelajaran bahwa seorang guru kelas 1 atau kelas awal harus pandai bercerita, mendongeng, atau membuat cerita lucu. Karena ini dapat menjadi salah satu kunci untuk menanamkan kebiasaan baik pada anak didik tanpa harus memaksanya atau membuat trauma. Pelajaran berharga dari cerita lucu adalah sangat bermanfaat karena dapat langsung dipahami oleh anak didik. Mereka dapat langsung mengerti tanpa merasa ditekan atau dipaksa-paksa. Cerita lucu juga dapat memunculkan kesadaran sendiri bagi yang mendengarnya. Karena itu, kita harus sering menggunakan cerita lucu ketika mengajar agar anak didik lebih mudah mengikuti arahan dan aturan sekolah.
Praktik baik Sebelum Direvisi
Elaborasi Praktik Baik
Sebelum menjadi kepala sekolah, saya mengajar di kelas 1 SD. Banyak suka dan duka mengajar di kelas 1. Saya sangat senang, karena mengajar di kelas 1. Rasanya serupa dengan mengajar anak PAUD. Kelas 1 adalah masa perpindahan dari PAUD menuju ke jenjang pendidikan dasar. Itulah yang membuat saya sangat tertarik mengajar di kelas 1. Tapi ternyata, mengajar di kelas 1 itu tidaklah mudah. Sebagai seorang guru, di samping mengajar kita juga harus mendidik dengan hati. Apalagi saya mendidik anak-anak yang memiliki strata sosial di kelas ekonomi menengah ke bawah.
Hal yang pertama menjadi tantangan adalah mengenai kedisiplinan dan ketertiban. Tujuan saya menekankan dua hal ini adalah untuk membentuk pondasi awal dalam mencetak karakter anak didik. Karena dua hal ini merupakan kunci kesuksesan. Sehingga dengan menanamkan kedisiplinan dan ketertiban sejak dini akan memudahkan mereka dalam meraih cita-cita di masa depan. Karena itu saya berusaha bagaimana menanamkan sikap disiplin dan tertib kepada anak didik.
Sayangnya, hal itu tidaklah mudah. Karena adanya sikap manja dan cengengnya. Masih banyak orangtua yang memanjakan anaknya di kelas 1. Memang, ada beberapa anak didik yang bisa dinasehati atau dibujuk agar berpisah dengan orang tuanya di depan pintu kelas. Tetapi ada yang malah menjadi-jadi. Mereka semakin manja. Mereka ingin ditemani terus dengan orang tuanya sampai dipangku di kelasnya. Ini yang membuat saya terus mencari cara bagaimana mengatasi hal tersebut.
Hal yang pertama saya lakukan adalah mendekati anak-anak tersebut. Kemudian saya beri saran-saran dengan nada bercanda. Kepada orang tua yang selalu menemani anaknya saya katakan, “Boleh bersama-sama duduk dengan anaknya, tapi dengan syarat harus memakai seragam sekolah juga”. Ini tentu lucu sekali bagi anak-anak. Jadi,anak yang manja tadi merasa malu ditemani dengan orang tua yang disuruh memakai seragam sekolah.
Dengan persyaratan ini, ada beberapa yang berubah. Mereka sudah bersedia untuk tidak ditemani orangtuanya. Mereka pun menjadi lebih mandiri, disiplin, dan tertib. Akan tetapi masih ada juga yang tidak bersedia. Inilah yang membuat saya kehabisan akal. Sementara kepala sekolah selalu menyampaikan, “Tidak boleh lagi ada orang tua yang ikut masuk belajar bersama anaknya”. Sedangkan ada satu orang anak didik yang tidak bisa saya atasi. Sebut saja namanya Dewa. Dia akan mengamuk di dalam kelas apabila tidak ditemani ibunya. Ibunya pun sudah kehabisan akal. Hingga ia mengatakan, “Silakan ibu berbuat apa saja agar anak saya disiplin. Bila perlu silakan ibu pukul anak yang penting dia patuh pada ibu guru”. Tetapi saya tidak ingin melakukan itu.
Saya tidak ingin Dewa menjadi jera atau dendam kepada saya kelak. Saya juga tidak ingin Dewa tidak masuk sekolah karena saya memberikan kekerasan. Akhirnya saya selalu membujuk Dewa. Setiap hari saya bujuk namun tetap tidak mempan. Anak tersebut mau ikut belajar tetapi ibunya harus berada atau berdiri di depan pintu. Jadi ia selalu berdiri di depan pintu padahal ia merasa tidak enak dan tidak nyaman karena banyak pekerjaan yang belum diselesaikan di rumah.
Pernah suatu ketika sang ibu keluar. Begitu ibunya lari keluar, saya dengan sigap menutup pintu. Lalu saya ambil meja, saya palang pintu tersebut dengan meja dan bangku untuk mencegahnya keluar. Tapi Dewa ternyata memiliki kekuatan yang luar biasa. Dia dapat mengangkat meja dan bangku yang telah saya susun. Lantas dia lari keluar mengejar ibunya. Sikap tersebut kemudian membuat teman-temannya yang lain merasa terganggu. Mereka merasa terusik dengan kelakuan satu anak yang tidak biasa tersebut.
Satu semester Dewa selalu ditemani oleh ibunya. Ibunya masih selalu berdiri di depan pintu sampai jenuh. Hingga suatu hari saya bercerita di dalam kelas. Saya mengarang-ngarang cerita tentang seorang anak bayi yang masih menyusu pada ibunya. Saya ceritakan bahwa anak bayi setiap kali menangis selalu minta susu. Jadi saya beri gambaran bahwa kalau ada yang mau ditemani terus dengan ibunya berarti masih sama seperti anak bayi yang selalu minta susu pada ibunya.
Pada waktu itu Dewa ikut juga menyimak. Dia tampak merasa malu sendiri. Sejak saat itu Dewa tidak pernah lagi ditemani oleh ibunya, karena malu dianggap anak bayi yang masih menyusu. Dengan peristiwa ini, saya mengambil pelajaran bahwa seorang guru kelas 1 atau kelas awal harus pandai bercerita, mendongeng, atau membuat cerita lucu. Karena ini dapat menjadi salah satu kunci untuk menanamkan kebiasaan baik pada anak didik tanpa harus memaksanya atau membuat trauma. Pelajaran berharga dari cerita lucu adalah sangat bermanfaat karena dapat langsung dipahami oleh anak didik. Mereka dapat langsung mengerti tanpa merasa ditekan atau dipaksa-paksa. Cerita lucu juga dapat memunculkan kesadaran sendiri bagi yang mendengarnya. Karena itu, kita harus sering menggunakan cerita lucu ketika mengajar agar anak didik lebih mudah mengikuti arahan dan aturan sekolah.
Jika Anda mengalami kendala dalam scrolling, scroll di luar dari area Live Chat yang berwarna hitam.