Temu Pendidik Nusantara XII

Select Language

LAYANAN “CINTA” UNTUK PEMBELAJARAN FISIKA YANG MENYENANGKAN

Praktik baik Sebelum Direvisi

[revisi_terbaru]

Elaborasi Praktik Baik

Masa pandemi covid-19 yang merubah tatanan pola pembelajaran di sekolah menyebabkan guru harus mengubah mindset dan pandangannya dalam mengajar di kelas. Terlebih pada mata pelajaran fisika, yang selama ini dikenal sebagai salah satu pelajaran yang kesannya berat, susah dan ditakuti oleh siswa. Jangankan mengajar Fisika dengan pola daring atau online, mengajar di masa normal sebelum pandemi dengan pola tatap muka saja seorang guru Fisika harus berjuang ekstra keras dalam memilih dan menerapkan suatu model pembelajaran agar Fisika menjadi pelajaran yang menyenangkan. Begitu regulasi pembelajaran jarak jauh (PJJ) diterapkan  pada tahun pelajaran 2020/2021 di SMA Negeri 1 Bebandem ,   mulailah pola belajar daring diterapkan dikelas dengan menggunalan learning manajemen system ( LMS) Google Class Room (GCR) berbantuan Whatshapp. Setelah pengenalan LMS lalu proses belajar dilaksanakan , terasa sekali bahwa mengajar Fisika pola daring jauh lebih berat dibandingkan dengan pola pembelajaran tatap muka. Respon siswa terhadap pola pembelajaran daring sangat rendah. Banyak siswa pasif di GCR, selalu  terlambat menyetor tugas, tidak mau diajak interaktif saat sesi diskusi dan hasil belajar yang rendah. Kondisi ini akhirnya membuat guru merancang assesmen diagnostik untuk memperbaiki kondisi pembelajaran. Berpedoman pada hasil mengikuti kegiatan guru belajar seri guru mengajar di era pandemi, yang didalamnya termuat penerapan konsep asesmen diagnostic sebelum memulai pembelajan, maka dalam proses PJJ mata pelajaran Fisika di kelas XII mulai dilaksanakan asesmen diagnostic , kognitif maupun non kognitif.

Assesmen diagnostik mulai diterapkan saat pertengahan semester ganjil, setelah menyelesaikan pembahasan dua kompetensi dasar yang hasil belajarnya masih jauh dari harapan. Jenis assesmen diagnostic yang diterapkan meliputi aspek kognitif dan non kognitif. Hasil asesemen ini diharapakan mampu memberikan  gambaran  kondisi dan karakteristik siswa yang menjadi peserta didik kita sehingga guru memiliki landasan  dalam memepersiapkan rancangan pembelajaran yang tepat di kelas.  Saat masa pandemi, khususnya tahun pelajaran 2020/2021 dan 2021/2022, komuikasi dengan siswa hanya bisa  dilakukan dengan media daring, yaitu melalui whatshapp. Hal ini menyebabkan guru kesulitan dalam mengenali karakteristik anak didiknya. Jangankan mengenal karakteristik siswanya secara mendalam, wajah siswanya saja jarang bisa dihafal karena siswa sering tidak memakai foto profil yang semestinya. Sesi perkenalan yang diminta dilaksanakan oleh siswa baik melalui video, GCR atau media Whatshapp Group (WAG) jarang bisa dilakukan oleh siswa, dengan berbagai alasannya. Ada yang tidak punya kuota,handphone (HP) tidak support, signal tidak bagus, bahkan beberapa siswa tidak punya HP. Hal ini tentu menjadi tantangan besar saat harus mengenalkan assesmen diagnosis kepada siswa agar mereka memahami dasar, tujuan dan apa yang mesti mereka jawab saat asesmen dilaksanakan. Memusatkan perhatian siswa terhadap rencana asesmen yang dilakukan memerlukan kesabaran dan kecermatan guru untuk mendapatkan data yang sesungguhnya.

Tantangan berikutny, terjadi pasca hasil asesmen diagnosis direkap. Setelah data siswa dari aspek non kognitif direkap, baik tentang kondisi, karakteristik, gaya belajar, dan respon siswa diperoleh, maka guru mulai mempersiapkan rancangan pembelajaran sesuai data tersebut. Begitu pula dari asesmen diagnosis kognitif, guru mulai bisa merancang dari mana pembelajaran untuk topik  yang akan dibahas  akan dimulai. Namun karena terbatasnya dan kurangnya komunikasi dan interaksi antar guru dan siswa karena tidak pernah bertemu, mempertahankan rancangan pembelajaran yang dibuat agar terus bisa konsisten diikuti oleh siswa tidak bisa berlangsung sesuai harapan. Respon dan focus  ssiswa secara menyeluruh saat proses pembelajaran dengan  menggunakan berbagai media daring yang disesuaikan dengan hasil asesmen diagnosis tidak bisa dikontrol dengan maksimal. Ada saja siswa yang tidak masuk di kelas maya, tidak respon dengan tugas yang diberikan, dan susah diajak interaktif.  Keadaan inilah yang menyebabkan guru berpikir kembali bahwa perlu dilaksanakan layanan, perlakuan atau tindakan khusus pasca hasil asesmen diagnosis ini diperoleh. Siswa tidak cukup hanya didata kondisinya, kemauannya, karakteristiknya tetapi bagaimana menyikapi setiap karakteristik siswa tersebut agar terus mendapatkan perlakuan dan perhatian sehingga siswa tersebut tetap merasa nyaman sepanjang mengikuti proses pembelajaran.

Layanan pasca asesmen diagnostic yang diberikan ke siswa itu dinamai dengan layanan “CINTA”, yang merupakan akronim dari C = care, I=Intens, N = narrative, T = touch , A = appreciation.

  1. Care (peduli)

Guru mesti peduli secara mendalam dengan kondisi siswa. Dari hasil asessmen diagnosis , guru tahu kondisi rumah siswa, ekonomi, karakteristik keluarga, keseharian siswa dirumah dan bagaimana kemampuan dan respon siswa dalam mengikuti pembelajaran di kelas. Peduli disini tidak sekedar tahu kondisi, tapi menyikapi kondisi tersebut dengan Tindakan yang disesuaikan dengan kondisi siswa. Misalnya, di masa pandemic, beberapa siswa yang terpaksa harus membantu orang tunya mencari nafkah karena banyak orang tua siswa yang kehilangan pekerjaan saat pandemic. Jadi guru tidak memaksakan siswa tersebut harus  hadir di setiap jadwal dikelas amay mengikuti pembelajaran, menyetor tugas atau menuntut harus ikut diskusi saat jadwal berlangsung. Siswa yang kondisinya seperti ini diminta melaporkan kondisinya secara pribadi ke guru, dan konfirmasi juga oleh orang tua dengan menyampaikan kondisi real yang dialami anak di rumah. Dengan sikap peduliini, siswa tidak merasakan kecemasan karena tidak bisa mengikutikehadiran di kelas secara maksimal, dengan kesepakatan mengejar ketertinggalannya secara pribadi di luar jadwal pelajaran atau setelah mereka selesai bekerja membantu orang tua.

  1. Intens ( terus menerus )

Pendampingan terhadap siswa yang memerlukan perhatian khusus harus dilakukan secara terus menerus. Segala perkembangan siswa dicatat untuk mengetahui sejauh mana siswa mengalami perubahan respon dan focus dalam mengikuti pembelajaran. Cara yang dilakukan agar siswa tahu bahwa mereka sedang diberikan perhatian lebih adalah dengan selalu menyebutnya, memanggilnya atau memintanya melakukan sesuatu saat jadwal pelajaran berlangsung. Komunikasi ini bisa dilakukan di WAG atau lewat akun GCR siswa. Hal ini akan mneyebabkan siswa tersebut akan selalu focus dan merasa diperhatikan dalam proses pembelajaran.

  1. Narrative ( bercerita )

Dalam proses tindakan pasca asesemen diagnostic, siswa dilatih dan dibiasakan bercerita, mengkomunikasikan apa yang menjadi masalah dalam belajarnya. Sesi bercerita ini bdiselipkan saat diskusi grup atau siswa menghubungi guru secara pribadi. Dengan sesi bercerita ini, guru mendapatkangambaran yang lebih jelas dan detail tentang kondisi dan karakteristik siswa sehingga tahu bagaimana cara memperlakukan siswa secara berkesinambungan sesuai dengan kondisinya masing-masing

  1. Touch ( Menyentuh )

Mendampingi siswa dengan empati dan memposisikan diri guru sebagai teman belajar, teman bercerita, teman diskusi yang dilakukan secara terus menerus akan mampu menyentuh hati siswa. Siswa merasa nyaman didampingi, didengarkan dan dilayani keperluannya dalam proses belajar. Jika siswa sudah nyaman, maka kegiatan belajar akan bisa diikuti dengan baik

  1. Appreciation ( Penghargaan )

Seperti pada umumnya sifat dasar manusia yang membutuhkan perhargaan dan diakui oleh lingkungannya, maka pada siswa pun kita harus melakukan kegiatan apresiasi ( penghargaan ) terhadap kemajuan dan perkembangan positif yang berhasil diraihnya. Penghargaan bisa bberupa bonus nilai, pembebasan dari tigas-tugas tertentu atau berupa kalimat apresiasi yang memotivasi semangat siswa untuk terus berprestasi dalam proses belajarnya.

Layanan ini secara intensif diterapkan pada pembelajaran Fisika di kelas XII MIPA  pada tahun pelajaran 2021/2022 yang masih dilaksanakan secara daring dan pola tatap muka terbatas. Respon dan hasil belajar siswa pada pembelajaran fiska dengan pola daring jauh lebih baik dibandingkan pada tahun pelajaran sebelumnya yang hanya menerapkan asessmen diagnostic tanpa layanan lanjutan yang berkesinambungan. Terlebih dengan diijinkannya kegiatan pola tatap muka terbatas yang memberikan guru berkesempatan bertemu llangsung dengan siswa sehingga layanan CINTA ini bisa lebih maksimal dilaksanakan. Selama PJJ tersebut siswa juga mampu melaksanakan praktikum mandiri di rumah masing-masing dalam setiap tuags praktikum yang diberikan. Bahkan kegiatan bercerita (narrative) yang dibiasakan dalam layanan CINTA tersebut membuat siswa bisa presentasi dengan baik , secara langsung saat tatap muka terbatas maupun presentasi yang divideokan. Siswa yang absen dan hilang dari kelas maya jauh bisa ditekan jumlahnya, jikalaupun ad aitu karena keterbatasan sarana kuota internet dan signal . Tidak ada lagi siswa yang tidak mengumpul tugas atau tidak hadir tanpa keterangan yang jelas.

Kegiatan layanan CINTA ini juga diterapkan saat pembelajaran tatap muka normal pada tahun pelajaran 2022/2023 ini. Layanan ini lebih maksimal bisa dilaksanakan karena guru bisa bertemu langsung dengan siswanya. Proses pengenalan siswa yang data awalnya diperoleh dari asesemen diagnostic bisa berlangsung lebih cepat. Komunikasi juga bisa dilakukan lebih sering dan intensif karena siswa bisa diajak berinteraksi langsung. Tiga bulan pembelajaran tatap muka ini berlangsung, dengan asesmen diagnosis dan layanan CINTA yang diberikan, saat ini  pelajaran Fisika menjadi pelajaran yang dinantikan oleh siswa.

Jika Anda mengalami kendala dalam scrolling, scroll di luar dari area Live Chat yang berwarna hitam.