Berawal dari rendahnya minat baca murid di sekolah kami dan berdampak pula pada rapor pendidikan dimana kemampuan literasi murid saat itu belum mencapai kompetensi minimal. Saya melihat bahwa hal ini perlu dibenahi. Saya ingin murid-murid memiliki literasi dengan kompetensi yang baik.
Sebagai calon guru penggerak yang mampu mengelola program yang berdampak pada murid, saya berpikir perlu sekali menumbuhkan kesadaran pentingnya budaya baca sejak dini dengan mengoptimalkan asset yang dimiliki sekolah yakni buku pada perpustakaan dan juga buku-buku digital. Berawal dari ide yang saya coba sampaikan dalam komunitas praktisi di sekolah yang juga dihadiri oleh kepala sekolah, maka kami sepakat melaksanakan program Dua Minggu Satu Buku (DUMI SAKU) Digital. Komunitas melakukan diskusi sampai beberapa kali pertemuan dan berhasil menyepakati program tersebut. Saat ini program sudah berjalan secara bertahap dan berjenjang. Hal ini bertujuan agar murid SDN 091275 Sampuran memiliki kemampuan literasi yang baik dan meningkatkan minat baca di sekolah, rumah, ataupun lingkungan masyarakat.
Membuat Ide program literasi DUMI SAKU ini, saya merasa antusias dan tidak sabar akan seperti apa hasilnya nanti. Untuk sekadar merancang saja sudah banyak tantangan apalagi menjalankan sampai evaluasi. Namun, akhirnya program ini dapat berjalan dengan baik. Hal ini tercapai karena adanya dukungan dari orangtua murid, rekan guru, dan pimpinan.
Pertama sekali mempraktikkannya, saya melihat ada satu orang murid yang mau menceritakan kembali buku yang sudah dibacakan. Dari sana saya refleksi dan belajar kembali dengan terus menerus. Sekarang saya bisa lebih paham bahwa ada potensi yang sangat besar jika program ini bisa dijalankan.
Saya sangat merasa excited sekali setelah melihat kenyataan bahwa guru-guru perlu diajak berkolaborasi dan kepala sekolah juga mendukung dengan memfasilitasi jaringan internet dan listrik yang memadai.
Hal yang pertama sekali saya lakukan adalah mengajak kepala sekolah berdiskusi dan menentukan langkah-langkah yang hendak dilaksanakan. Setelah mendapat dukungan kami pun melakukan diskusi dalam komunitas praktisi terkait dengan program literasi. Kemudian kami sepakat membuat program DUMI SAKU dan mengundang orangtua murid untuk sosialisasi program literasi.
Pada komunitas sekolah juga dilakukan pelatihan yang meningkatkan keterampilan guru dalam melaksanakan literasi kepada murid.
Keterbatasan buku-buku cetak yang sesuai dengan kebutuhan murid kami optimalkan buku-buku digital dengan cara mengakses website yang tersedia di internet.
ampak secara nyata dari program literasi DUMI SAKU ini adalah
1. Kemampuan konsentrasi murid yang meningkat.
2. Minat murid untuk membaca buku-buku juga meningkat.
3. Adanya keterlibatan orangtua untuk meningkatkan literasi anak yang berperan mendampingi murid membaca 15 menit di rumah setiap hari.
4. Guru menjadi lebih kreatif dalam membelajarkan literasi kepada murid.
5. Kepala sekolah sebagai pemimpin menjadi lebih terbuka dan mendorong para guru untuk mengembangkan kompetensi guru agar merdeka belajar bisa terlaksana melaui budaya literasi di sekolah maupun di rumah.
Pembelajaran yang dapat saya ambil adalah saya mampu menggerakkan komunitas untuk membuat program literasi yang berdampak pada murid. Sebelum menjadi CGP saya masih belum memiliki keterampilan yang cukup dalam memfasilitasi belajar membaca murid, namun setelah saya belajar modul pembelajaran yang berpihak pada murid maka saya memiliki keingingan yang lebih kuat untuk mengembangkan kompetensi diri sehingga kebutuhan belajar murid yang beragam bisa terpenuhi. Saya juga belajar bagaimana posisi menjadi murid yang memiliki tingkat kesiapan baca yang beragam sehingga saya harus bisa memfasilitasi kebutuhan tersebut agar merdeka belajar bisa nyata dirasakan anak-anak. Saya belajar bahwa dengan optimalisasi asset yang dimiliki sekolah pasti akan tetap membuat program-program nyata yang berdampak baik pada murid.