Praktik baik ini merupakan penerapan pembelajaran berdiferensiasi dalam melaksanakan Projek penguatan profil pelajar pancasila
Praktik baik ini merupakan penerapan pembelajaran berdiferensiasi dalam melaksanakan Projek penguatan profil pelajar pancasila
Pembelajaran berdiferensiasi belakangan ini menjadi alternatif pembelajaran dalam rangka pemenuhan kebutuhan belajar murid. Pembelajaran berdiferensiasi menerapkan strategi yang berbeda terhadap setiap murid sesuai dengan kebutuhan masing-masing. Hal ini, tentunya dapat membawa murid kita lebih fokus dan lebih tertarik dalam pembelajaran. Oleh karena itu, saya kemudian mencoba untuk menerapkannya di kelas saya pada pembelajaran proyek penguatan profil pelajar pancasila di sekolah saya untuk murid kelas X SMK, dengan tema Bangunlah jiwa dan raganya, dengan topik Mencegah bullying dikalangan remaja. Harapannya, dengan menerapkan pembelajaran berdiferensiasi, murid saya bisa lebih tertarik dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran.
Menerapkan pembelajaran berdiferensiasi, awalnya saya rasa cukup rumit karena memikirkan bagaimana cara memenuhi seluruh kebutuhan murid didalam satu kelas. Apalagi setelah diidentifikasi, ternyata murid-murid saya memiliki bakat dan minat yang sangat beragam. Ada murid yang senang akting, ada murid yang senang menggambar, ada murid yang senang publik speaking.
Akhirnya saya memutuskan untuk memberikan diferensiasi produk pada tahapan aksi nyata P5 setelah melalui beberapa tahapan sebelumnya seperti tahap pengenalan topik dan tahap kontekstual yang menghubungkan kehidupan murid dengan topik P5. Dari hasil pemetaan bakat dan minat, saya kemudian mengklasifikasikan murid-murid dalam kelompok-kelompok yang sejalan. Misalkan murid yang senang akting, saya kelompokkan dengan murid yang senang videografi, begitupun murid yang lain. Hingga terbentuklah 3 kelompok aksi nyata. Kelompok 1, murid yang senang IT dan program komputer dan aplikasi memutuskan untuk membuat ‘program apakah aku’ untuk aksi nyata mereka. Kelompok 2, murid yang senang komunikasi dan reportase memutuskan untuk membuat podcast yang mewawancarai korban dan pelaku bullying serta menghadirkan ahli. Kelompok 3, murid yang senang akting dan videografi, memutuskan untuk membuat kampanye mencegah bullying dalam bentuk film pendek.
Setelah menerapkan pembelajaran berdiferensiasi, dari hasil refleksi, saya dapatkan bahwa murd-murid saya lebih termotivasi untuk belajar karena mereka melakukan hal yang sesuai dengan bakat dan minat masing-masing. Meskipun masih banyak kekurangan dari aksi nyata mereka, namun saya senang karena betul-betul mereka terlibat langsung dalam menghasilkan aksi nyata untuk P5.
Praktik baik ini merupakan penerapan pembelajaran berdiferensiasi dalam melaksanakan Projek penguatan profil pelajar pancasila
Pembelajaran berdiferensiasi belakangan ini menjadi alternatif pembelajaran dalam rangka pemenuhan kebutuhan belajar murid. Pembelajaran berdiferensiasi menerapkan strategi yang berbeda terhadap setiap murid sesuai dengan kebutuhan masing-masing. Hal ini, tentunya dapat membawa murid kita lebih fokus dan lebih tertarik dalam pembelajaran. Oleh karena itu, saya kemudian mencoba untuk menerapkannya di kelas saya pada pembelajaran proyek penguatan profil pelajar pancasila di sekolah saya untuk murid kelas X SMK, dengan tema Bangunlah jiwa dan raganya, dengan topik Mencegah bullying dikalangan remaja. Harapannya, dengan menerapkan pembelajaran berdiferensiasi, murid saya bisa lebih tertarik dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran.
Menerapkan pembelajaran berdiferensiasi, awalnya saya rasa cukup rumit karena memikirkan bagaimana cara memenuhi seluruh kebutuhan murid didalam satu kelas. Apalagi setelah diidentifikasi, ternyata murid-murid saya memiliki bakat dan minat yang sangat beragam. Ada murid yang senang akting, ada murid yang senang menggambar, ada murid yang senang publik speaking.
Akhirnya saya memutuskan untuk memberikan diferensiasi produk pada tahapan aksi nyata P5 setelah melalui beberapa tahapan sebelumnya seperti tahap pengenalan topik dan tahap kontekstual yang menghubungkan kehidupan murid dengan topik P5. Dari hasil pemetaan bakat dan minat, saya kemudian mengklasifikasikan murid-murid dalam kelompok-kelompok yang sejalan. Misalkan murid yang senang akting, saya kelompokkan dengan murid yang senang videografi, begitupun murid yang lain. Hingga terbentuklah 3 kelompok aksi nyata. Kelompok 1, murid yang senang IT dan program komputer dan aplikasi memutuskan untuk membuat ‘program apakah aku’ untuk aksi nyata mereka. Kelompok 2, murid yang senang komunikasi dan reportase memutuskan untuk membuat podcast yang mewawancarai korban dan pelaku bullying serta menghadirkan ahli. Kelompok 3, murid yang senang akting dan videografi, memutuskan untuk membuat kampanye mencegah bullying dalam bentuk film pendek.
Setelah menerapkan pembelajaran berdiferensiasi, dari hasil refleksi, saya dapatkan bahwa murd-murid saya lebih termotivasi untuk belajar karena mereka melakukan hal yang sesuai dengan bakat dan minat masing-masing. Meskipun masih banyak kekurangan dari aksi nyata mereka, namun saya senang karena betul-betul mereka terlibat langsung dalam menghasilkan aksi nyata untuk P5.
Praktik baik Sebelum Direvisi
Elaborasi Praktik Baik
Pembelajaran berdiferensiasi belakangan ini menjadi alternatif pembelajaran dalam rangka pemenuhan kebutuhan belajar murid. Pembelajaran berdiferensiasi menerapkan strategi yang berbeda terhadap setiap murid sesuai dengan kebutuhan masing-masing. Hal ini, tentunya dapat membawa murid kita lebih fokus dan lebih tertarik dalam pembelajaran. Oleh karena itu, saya kemudian mencoba untuk menerapkannya di kelas saya pada pembelajaran proyek penguatan profil pelajar pancasila di sekolah saya untuk murid kelas X SMK, dengan tema Bangunlah jiwa dan raganya, dengan topik Mencegah bullying dikalangan remaja. Harapannya, dengan menerapkan pembelajaran berdiferensiasi, murid saya bisa lebih tertarik dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran.
Menerapkan pembelajaran berdiferensiasi, awalnya saya rasa cukup rumit karena memikirkan bagaimana cara memenuhi seluruh kebutuhan murid didalam satu kelas. Apalagi setelah diidentifikasi, ternyata murid-murid saya memiliki bakat dan minat yang sangat beragam. Ada murid yang senang akting, ada murid yang senang menggambar, ada murid yang senang publik speaking.
Akhirnya saya memutuskan untuk memberikan diferensiasi produk pada tahapan aksi nyata P5 setelah melalui beberapa tahapan sebelumnya seperti tahap pengenalan topik dan tahap kontekstual yang menghubungkan kehidupan murid dengan topik P5. Dari hasil pemetaan bakat dan minat, saya kemudian mengklasifikasikan murid-murid dalam kelompok-kelompok yang sejalan. Misalkan murid yang senang akting, saya kelompokkan dengan murid yang senang videografi, begitupun murid yang lain. Hingga terbentuklah 3 kelompok aksi nyata. Kelompok 1, murid yang senang IT dan program komputer dan aplikasi memutuskan untuk membuat ‘program apakah aku’ untuk aksi nyata mereka. Kelompok 2, murid yang senang komunikasi dan reportase memutuskan untuk membuat podcast yang mewawancarai korban dan pelaku bullying serta menghadirkan ahli. Kelompok 3, murid yang senang akting dan videografi, memutuskan untuk membuat kampanye mencegah bullying dalam bentuk film pendek.
Setelah menerapkan pembelajaran berdiferensiasi, dari hasil refleksi, saya dapatkan bahwa murd-murid saya lebih termotivasi untuk belajar karena mereka melakukan hal yang sesuai dengan bakat dan minat masing-masing. Meskipun masih banyak kekurangan dari aksi nyata mereka, namun saya senang karena betul-betul mereka terlibat langsung dalam menghasilkan aksi nyata untuk P5.
Jika Anda mengalami kendala dalam scrolling, scroll di luar dari area Live Chat yang berwarna hitam.