Amplop Kebajikan untuk Penguatan Karakter Murid
Oleh Ika Pusparona, S. Pd.
Awal
“Yudha, coba sebutkan contoh perilaku yang mencerminkan nilai Empati?” Kata Bu Ika setelah seleasai melakukan presensi di kelas XI-9.
“hhmmmm…apa ya, Bu? Hhhmmmm…..hehe tidak tahu Bu.” Jawab Yudha.
Meskipun sudah berada di bangku kelas XI SMA yang notabene sudah berusia 16/17 tahun, ternyata mereka masih ada yang belum mampu mendeskripsikan wujud perilaku dari nilai-nilai kebajikan. Hal itu sungguh menggugah mata hati dan pikiran saya bahwa ada yang perlu saya lakukan di kelas selain memberikan materi pembelajaran, yaitu memperdalam pemahaman murid tentang nilai.nilai kebajikan. Pemahaman nilai kebajikan ini juga merupakan pondasi dalam penyusunan kesepakatan kelas. Sehingga pemahaman murid mengenai nilai-nilai kebajikan harus kuat terlebih dahulu sebelum mereka menyusun kesepakatan kelas agar kesepakatan kelas yang dibuat sesuai dengan tuntunan dalam IKM. Pendalaman pemahaman nilai-nilai kebajikan juga dapat dijadikan salah satu langkah dalam upaya penguatan karakter murid.
Tantangan
Sebagian besar murid masih bingung dan mengalami kesulitan untuk memberikan contoh nyata perilaku yang mencerminkan nilai-nilai kebajikan. Masih banyak diantara mereka yang menyebutkan konsep atau pengertian dari nilai tersebut bukan wujud nyata perilakunya. Diperlukan sebuah strategi yang menyenangkan dan merangsang murid agar mereka mampu mengeluarkan ide dari pikiran mereka sendiri untuk membuat mereka bisa mendeskripsikan wujud perilaku dari nilai kebajikan. Sebuah strategi yang bisa lebih memperdalam pemahaman mereka tentang nilai-nilai kebajikan. Strategi ini juga harus bisa menyentuh setiap individu untuk berperan aktif mengeluarkan ide. Ketersediaan waktu juga perlu menjadi pertimbangan dalam pemilihan strategi. Setelah proses merenung mencari inspirasi yang cukup panjang, akhirnya saya mendapatkan ide permainan kuis untuk penguatan karakter murid dengan memperdalam pemahaman mereka terhadap nilai-nilai kebajikan sehingga dapat menguatkan karakter mereka. Permainan kuis ini saya beri nama Amplop Kebajikan.
Aksi
Saya menuliskan satu kata dalam nilai kebajikan pada sebuah kartu. Di bawah kartu tersebut saya beri tanda (+) atau (-). Kartu tersebut saya masukkan ke dalam amplop. Satu kartu satu amplop. Amplop akan saya letakkan di atas meja di depan papan tulis beserta nomor undian giliran maju berikutnya. Setiap anak akan bergiliran maju untuk mengambil amplop dan melihat kata dan tanda yang tertera di kartu. Selanjutnya dia akan menyebutkan wujud perilaku dari nilai kebajikan yang tertulis di kartu tersebut. Jika terdapat tanda (+) maka perilaku yang dideskripsikan sesuai dengan nilai kebajikan yang tertera. Sebaliknya, jika mendapat tanda (-), maka perilaku yang dideskripsikan adalah perilaku yang tidak sesuai dengan nilai kebajikan yang tertulis di kartu. Masing-masing anak mendapatkan waktu berpikir 30 detik dihitung setelah mereka membuka amplop. Jika dalam waktu 30 detik mereka tidak bisa menjawab atau bisa menjawab tetapi jawabannya tidak tepat, maka mereka akan mendapat tanda X dengan spidol warna merah pada no urut presensi yang tertulis di papan tulis. Bagi mereka yang bisa menjawab dengan benar akan mendapat tanda Ö dengan spidol warna biru pada no presensi di papan tulis. Pada saat seluruh murid sudah mendapat kesempatan maju dan waktu pembelajaran masih ada, maka murid yang mendapatkan X merah boleh mencoba kesempatan maju lagi untuk mendapatkan centang biru.
Pembelajaran
Saya tidak menyangka bahwa kuis ini akan memberika dampak yang luar biasa kepada murid. Mereka sangat bersemangat dan antusias mengikuti permainan kuis ini. Dari hasil refleksi yang diberikan oleh murid ternyata pendalaman pemahaman nilai kebajikan dengan menggunakan kuis ini ternyata sangat seru dan asik bagi mereka. Mereka mendapatkan banyak pengalaman baru yang menyenangkan saat melakukan kuis ini. Mereka juga mendapatkan tambahan wawasan dan sudut pandang baru yang belum pernah mereka pikirkan sebelumnya. Mereka menjadi lebih percaya diri. Mereka belajar untuk berpikir cepat. Mereka menyemangati teman yang gagal sehingga menumbuhkan rasa kekeluargaan yang lebih erat. Mereka bersaing secara sehat dengan mengandalkan kemampuan mereka sendiri. Jiwa kompetitif mereka akan muncul dengan ingin menunjukkan bahwa mereka bisa mendapatkan centang biru. Pengalaman pembelajaran ini ternyata bisa menyentuh hati mereka dan tentu saja hal tersebut telah menguatkan karakter mereka.